Human persons are willed by God; they are imprinted with God's image.
Their dignity does not come from the work they do, but from the persons they are.
(John Paul II: The Hundredth Year # 11)
Ketidakadilan struktural yang muncul dari kapitalisme liberal telah merusak jiwa manusia. Hal ini menghasilkan suatu penyangkalan akan dimensi transendensi dalam diri manusia, bahwa dirinya tercipta sebagai citra Allah. Paham ini mempersempit pemahaman manusia hanya pada kepentingan, sehingga pribadi manusia hanya ditempatkan sebagai sarana bagi tujuan serta kepentingan egoistis pribadi ataupun kelompok. Karena itu, bukan kebenaran dan martabat pribadi manusia sebagai insan sosial, yang dibangun, melainkan kepentingan dan paham mengenai manusia dan kehidupan yang sempit dan keliru. Manusia telah kehilangan jati diri pribadinya sebagai citra Allah, umat yang sangat dikasihi Allah dalam kerahiman-Nya .Pribadi manusia adalah seorang homo oeconomicus. Aktivitas manusiawi, yang mewujud dalam kerja, menemukan dasar dan sumbernya pada realitas penciptaan serta penyelamatan, sebagaimana dinyatakan lewat hidup serta karya Yesus Kristus. Kerja bukan hanya suatu aktivitas objektif untuk menghasilkan sesuatu secara produktif, tetapi suatu perwujudan dan pernyataan martabat diri pribadi. Kerja adalah membangun kehidupan. Karena itu, kepentingan kerja jauh lebih penting daripada kepentingan kapital, yang baginya adalah sarana atau alat belaka .
Kerja adalah kunci persoalan-persoalan sosial, bahkan menjadi tanda dasariah dimensi kehidupan umat manusia di dunia. Oleh karena itu, persoalan dunia kerja, dan perwujudan diri pribadi sebagai homo oeconomicus, tidak bisa hanya dipersempit sebagai perkara teknik belaka, seakan-akan diri diri manusia bagian dari mesin kerja atau mekanisme ekonomi belaka. Pribadi manusia adalah subjek kerja, bukan objek. Karena itu, kerja merupakan merupakan dimensi fundamental bagi keberadaan manusia di dunia ini, bahwasanya dia hidup dengan bekerja, dan apa yang dikerjakannya membentuk martabat dirinya .
Karena itu, persoalan dunia kerja dan kehidupan ekonomi jangan hanya dipersempit sekadar dihadapi dengan pendekatan teknis, dengan menanggalkan aspek etis di dalamnya. Tanpa nilai moral dan etika, martabat manusia tidak akan mendapatkan penghargaan layak, sehingga manusia terjepit dalam kepentingan kapital dan industri yang bergerak dalam prinsip ekomonisme dan materialism. Dasar nilai dari kerja adalah pribadi manusia itu sendiri, bukan kepentingan yang lain.
Benang merah seluruh Ajaran Sosial Gereja adalah pengertian yang saksama tentang pribadi manusia karena nilainya yang istimewa. Sebab “di dunia, manusia itu satu-satunya ciptaan, yang oleh Allah dikehendaki demi dirinya sendiri (lih. GS 24). Sebab dalam diri manusialah Allah telah memahat gambar-Nya sendiri (bdk. Kej 1:26). Kepadanyalah Allah mengurniakan martabat yang tiada bandingnya” (CA 11). Konsili juga menekankan sikap hormat terhadap manusia, sehingga setiap orang wajib memandang sesamanya, tak seorangpun terkecualikan, sebagai “dirinya yang lain,” terutama mengindahkan perihidup mereka beserta upaya-upaya yang mereka butuhkan untuk hidup secara layak (Yak 2: 15-16) (GS 27).
Buruh adalah orang yang menjual tenaganya demi kelayakan hidupnya dengan upah yang diperoleh. Mereka tidak memiliki sarana atau factor produksi selain tenaganya sendiri. Mereka adalah sumber daya manusia yang diperlukan dalam produksi selain pengusaha dan pemilik modal. Sebagai manusia, mereka adalah citra Allah yang memiliki martabat yang sama dengan pengusaha dan pemilik modal. Dalam GS 12;3, dikatakan, “Adapun KS mengajarkan bahwa manusia diciptakan menurut gambar Allah, ia mampu mengenal dan mengasihi Penciptanya , oleh Allah manusia ditetapkan sebagai tuan atas semua makluk di dunia ini untuk menguasainya dan menggunakanya sambil memuliakan Allah. Manusia tidak diciptakan seorang diri (kej 1,27). Hal ini menunjukkan, bahwa dari kodratnya yang terdalam manusia bersifat social dan tak dapat hidup seorang diri. Demikianlah seharusnya manusia saling menghargai dan mengasihi sebagaimana dikehendaki Sang Pencipta. Majikan yang kaya hendaknya jangan memperlakukan para buruh sebagai budak-budaknya, melainkan harus menghormati mereka yang martabat pribadinya sederajat dengannya (RN.17)
Bertolak dari pengalaman live in, buruh mendapat perlakuan yang tidak adil dari majikan dan martabat mereka tidak dihargai sebagaimana mestinya. Kaum buruh diperalat semata-mata untuk manarik keuntungan (GS.27) dan mereka banyak terombang-ambingkan oleh nasib malang, serba lumpuh menghadapi kenyataan penderitaan yang amat menyedihkan (RN.2). Padahal mereka memiliki hak-hak dan kewajiban yang seharusnya diperlakukan sesuai dengan ketentuan-ketentuan aturan-aturan yang ada (Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13 dan……….yang berisi: upah yang adil, tunjangan untuk kesejatteraan, hak istirahat dll)
Persaudaraan sejati
Manusia dalam berelasi dengan sesamanya, mendambakan relasi yang seimbang yang dibangun atas dasar cinta dan kasih, tanpa prasangka juga tidak ada perbedaan latar belakang, budaya, status sosial maupun agama. Khusus dalam relasi kerja kaum buruh berharap agar mereka tidak dijadikan/dianggap hanya sebagai alat produksi yang mendatangkan keuntungan besar bagi para majikan maupun pihak tertentu.
Berpangkal pada pengalaman (kerja sebagai buruh kecil) kami menemukan ada hal-hal yang tidak adil karena sistem yang diterapkan oleh pemilik perusahaan sangat tidak menguntungkan para buruh. Berhadapan dengan kenyataan seperti itu, sebagai umat beriman kristiani tergerak untuk terlibat secara langsung di tengah kaum miskin (buruh).
Pilihan mendahulukan kaum miskin untuk mewujudkan cinta kepada sesama, karena mengasihi/ mencintai sesama berarti menjadi sesama bagi orang yang tak berdaya dan tanpa pertolongan. Pilihan mendahulukan orang miskin bukanlah pilihan mengecualikan orang kaya dari rencana penyelamatan Allah. Berkaitan dengan hal ini, hidup Yesus sendiri maupun jemaat telah memberi teladan untuk kita. Sebagai contoh; Zakeus yang kaya berjumpa dengan Yesus dan mengubah hidupnya (Luk 19:1-10). Pilihan mendahulukan orang miskin merupakan sikap dan tindakan mengikuti Yesus yang memaklumkan kerajaan Allah. Pemakluman itu merupakan suatu undangan untuk siapa saja agar terjadi persaudaraan diantara semua orang, dimana jurang antara yang kaya dan miskin dijembatani, dimana tidak ada lagi pemeras dan diperas, penindas dan yang ditindas. Dalam Kis 4:32-34 menunjukan munculnya masyarakat baru, masyarakat penuh persaudaraan, dimana jurang antara yang kaya dan yang miskin di atasi. Orientasi dan kesetiakawanan terhadap orang miskinlah persaudaraan semua orang dibangun, keselamatan yang datang dari Allah hadir. Pilihan kita mendahulukan kaum miskin dengan demikian berakar pada Allah sendiri, Allah itulah yang memilih dan meyelamatkan.
Manusia dalam berelasi dengan sesamanya, mendambakan relasi yang seimbang yang dibangun atas dasar cinta dan kasih, tanpa prasangka juga tidak ada perbedaan latar belakang, budaya, status sosial maupun agama. Khusus dalam relasi kerja kaum buruh berharap agar mereka tidak dijadikan/dianggap hanya sebagai alat produksi yang mendatangkan keuntungan besar bagi para majikan maupun pihak tertentu.
Berpangkal pada pengalaman (kerja sebagai buruh kecil) kami menemukan ada hal-hal yang tidak adil karena sistem yang diterapkan oleh pemilik perusahaan sangat tidak menguntungkan para buruh. Berhadapan dengan kenyataan seperti itu, sebagai umat beriman kristiani tergerak untuk terlibat secara langsung di tengah kaum miskin (buruh).
Pilihan mendahulukan kaum miskin untuk mewujudkan cinta kepada sesama, karena mengasihi/ mencintai sesama berarti menjadi sesama bagi orang yang tak berdaya dan tanpa pertolongan. Pilihan mendahulukan orang miskin bukanlah pilihan mengecualikan orang kaya dari rencana penyelamatan Allah. Berkaitan dengan hal ini, hidup Yesus sendiri maupun jemaat telah memberi teladan untuk kita. Sebagai contoh; Zakeus yang kaya berjumpa dengan Yesus dan mengubah hidupnya (Luk 19:1-10). Pilihan mendahulukan orang miskin merupakan sikap dan tindakan mengikuti Yesus yang memaklumkan kerajaan Allah. Pemakluman itu merupakan suatu undangan untuk siapa saja agar terjadi persaudaraan diantara semua orang, dimana jurang antara yang kaya dan miskin dijembatani, dimana tidak ada lagi pemeras dan diperas, penindas dan yang ditindas. Dalam Kis 4:32-34 menunjukan munculnya masyarakat baru, masyarakat penuh persaudaraan, dimana jurang antara yang kaya dan yang miskin di atasi. Orientasi dan kesetiakawanan terhadap orang miskinlah persaudaraan semua orang dibangun, keselamatan yang datang dari Allah hadir. Pilihan kita mendahulukan kaum miskin dengan demikian berakar pada Allah sendiri, Allah itulah yang memilih dan meyelamatkan.
No comments:
Post a Comment