Sunday, November 9, 2008

Panggilan Raja: Impian Allah dan Dambaan Manusia


Panggilan Raja dalam Latihan Rohani muncul setelah minggu pertama dan sebelum minggu ke dua. Tema ini merupakan pengantar untuk para retretan masuk ke minggu ke dua atau pengalaman hidup Kristus. Panggilan Raja ditempatkan setelah minggu pertama berkaitan dengan pertanyaan “apa yang harus ku perbuat bagi Kristus?" Memang dalam Panggilan Raja tidak akan menjawab secara lengkap pertanyaan tersebut karena Panggilan Raja hanya pengantar untuk menjawab secara lebih mendalam pertanyan yang diajukan pada minggu pertama tersebut. Selain itu, Panggilan Raja ditempatkan setelah minggu pertama setelah para retretan menjadi sadar akan dosa dan karena itu mengharapkan penebusan. Lewat kesadaran akan dosa ini, kita diajak untuk mempersembahkan diri seutuhnya kepada Raja yang memanggil. Kita menyerahkan diri dan berbuat sedemikian rupa karena kita menerima hadirat Allah yang memandang aku dengan penuh kasih, rahmat minggu pertama. 
Lewat meditasi akan dosa, kita dapat jatuh menjadi pribadi yang stagnan atau hanya berkutat pada kedosaan kita saja. Minggu pertama membuat kita menjadi tidak berpengharapan karena merasa begitu penuh dosa. Lewat Panggilan Raja, Tuhan hadir dan mengajak kita untuk maju dan berkembang dan bersiap sedia membantu Allah memperbaiki dunia yang sudah mulai buruk. Panggilan Raja mengajak kita untuk memiliki harapan akan hidup dan masa depan. Panggilan Raja mengajak kita untuk tidak berhenti pada dosa, melainkan terus berkembang bersama Kristus dan selalu memperbaiki perbuatan dan tidakanku selanjutnya. Oleh karena itu, Panggilan sang Raja adalah pengantar masuk ke dunia Allah, disposisi Allah, setelah kita mampu mengolah dunia atau disposisi kita sendiri. 

A. Maksud Panggilan Raja

Panggilan Raja merupakan pengantar ke minggu ke dua. Tom Jacobcs mengatakan bahwa Panggilan raja ini bukan meditasi dan juga bukan kontemplasi. Doa ini semacam dasar atau prakata menuju hidup dan karya Kristus dan suatu ringkasan dan rangkuman atas hidup dan karya-Nya itu. Namun, menurut J. Darminta, Panggilan Raja adalah sebuah meditasi - …ditampilkan pula sebagai prinsipkemuridan, yaitu dalam “meditasi” Panggilan Raja (LR 91-98)… 
Panggilan Raja diawali dengan ‘dongeng’ akan pidato sang Raja yang ingin menaklukan seluruh tanah orang-orang kafir. Ia mengajak semua orang, terutama orang-orang yang mau, untuk ikut berjerih payah bersamanya. Ia akan memberikan kemenangan. “Kehendakku ialah menaklukan seluruh tanah orang-orang kafir”. Namun tentu saja apa yang terjadi dalam ‘dongeng’ ini merupakan suatu drama yang luar biasa mengagumkan. Pidato sang Raja sangat menarik dan memacu semangat untuk ikut berjuang bersama dia apalagi ‘dongeng’ ini dilatarbelakangi oleh dunia sang Raja yang mulai porak poranda di mana harapan untuk hidup tidak ada lagi. Bayangkan suatu bangsa besar dengan seorang hebat. Bangsa yang sedang diganggu dan mendapat ujian. Rakyat tegang dan gelisah, kepentingan bangsanya telah rusak parah. Dan kini kerajaan mendapatkan pimpinan baru yg hebat dan bijak. Jika konteks dunia seperti demikian, bisa dikatakan mayoritas orang ingin ikut bergabung untuk memperbaiki kondisi kerajaannya agar bisa hidup dengan lebih baik. Hidup dengan damai dan tentram. Inilah masa depan yang dijanjikan sang raja. 
Kemudian raja ini juga mengajukan rencana programnya untuk memperbaiki kondisi kerajaannya. Dalam programnya, ia menganjurkan rakyatnya untuk setia dan bersikap hati-hati karena program-program yang ia ajukan tidak akan berjalan tanpa adanya kerja sama yang solid. Ia menyatakan untuk dapat menuju masa depan yang lebih baik dimana jutaan manusia dapat hidup jauh lebih baik, yang bersedia ikut dia harus puas dengan makanan yang sama seperti makananku sendiri, begitu pula minuman, pakaian, dan lain sebagainya. Siang hari harus membanting tulang dan malam hari ikut berjaga bersama aku. Keikutsertaan tersebut mengharapkan suatu pengorbanan karena akan banyak penderitaan yang akan dialami. Tanpa pengorbanan dan penderitaan, programnya tidak akan berjalan. Butuh kerja sama untuk menanngani masalah-masalah yang amat sulit tersebut. 
Begitu pula dengan Yesus, sang Raja Abadi. “Kehendak-Ku ialah menaklukan seluruh dunia serta semua musuh, dan dengan demikian masuk ke dalam kemuliaan BapaKu. Barang siapa mau ikut Aku dalam usaha itu, harus bersusah payah bersama Aku, supaya karena ikut Aku dalam penderitaan, kelak dapat ikut pula dalam kemuliaan”. Yang dipanggil dalam Panggilan ini adalah orang-orang yang mau lebih mencintai dan menjadi unggul dalam segala hal. Ia mau mempersembahkan dirinya secara utuh dan berani bertindak melawan hawa nafsu, cinta kedagingan dan duniawi dalam dirinya, memberi persembahan yang lebih luhur dan lebih berharga. Hal-hal tersebut disebut sebagai pertimbangan-pertimbangan sebagai pembukaan kontemplasi-kontemplasi hidup Kristus. Ini diajukan agar kita dapat semakin melihat dambaan diri kita sendiri dan dengan begitu dapat melihat impian Allah atas dunia ini. Allah ingin apa dalam ‘drama’ penciptaannya. 
Namun, semangat Panggilan sang Raja ini dapat hilang ketika kita tidak bisa mengolah dengan baik pengalaman-pengalaman dan rahmat-rahmat dalam minggu pertama. Pertama karena dengan akal budi kita, kita akan tahu bahwa dambaan itu kosong, hanya dongeng belaka, karena tidak mungkin tercapai dalam dunia kita atau tidak ada ada perubahan secara global ke arah yang lebih baik. Kedua karena lambat laun kita menolak dengan begitu kuatnya setelah ada pengalaman-pengalaman akan Allah yang sangat positif . Kita lelah dengan yang melulu positif dan luhur. 

B. Impian dan Dambaan

Lewat dosa-dosa, kita merindukan dunia yang damai, makmur, dan harmonis. Kita telah berpaling dari segala perbuatan buruk kita selama kita hidup. Segala rasa jijik terhadap diri kita sendiri diarahkan pada masa depan bersama Allah. Apa yang yang mau kita lakukan bersama Allah, bersama mimpi Allah atas dunia ini? 
Kita diajak untuk maju dan berkembang, tidak stagnan pada diri kita yang memang sudah rusak. Tanpa menghilangkan dosa-dosa di masa lalu, kita berjuang bersama Allah di dunia. Itulah dambaan kita. Kita ingin memperbaiki dunia bersama Allah dan dengan demikian mewujudkan impian Allah akan dunia ini. Dunia yang damai dan tentram di mana semua orang berpusat pada Allah. Kita berkontak dengan impian Allah akan dunia ini ketika kita membiarkan diri tergetar oleh nubuat-nubuat-Nya, perkataan sang Raja, putra-Nya, ketika kita membiarkan hal itu membangkitkan dalam diri kita keinginan akan dunia yang begitu berbeda dengan dunia yang saat ini kita tempati. Dia hadir sebagai pemenuh dambaan manusia, saat-saat tertentu impian itu begitu menguasai dan kita merasa lebih hidup. Kecemasan akan kehidupan dan masa depan berkurang karena kita mampu hidup bersama Dia, yang memberikan kita hidup dan damai. 
Dongeng dari ignatius dalam Panggilan raja ditujukan untuk membangkitkan dambaan dan kemudian menunjukan bahwa Yesus adalah pribadi yang akan membawa kita kepada kepenuhan impian lubuk hati kita yang paling dalam. Ignatius mengehendaki agar kita percaya pada mimpi Allah dan menyadari bahwa Allah menghendaki kita ambil bagian dalam mimpi-mimpi-Nya di dunia kita ini. Dambaan kita akan terpenuhi seperti nubuat-nubuat para nabi yang didengarkan dan dilaksanakan oleh umat-Nya. Dengan pengantar ini, kita mendambakan untuk dapat mengenal Yesus lebih baik agar dapat lebih mencintai-Nya dan kemudian mengikuti-Nya lebih dekat. 
Allah selalu sedang menciptakan dunia, tempat ia menghimpun seluruh umat manusia dalam persekutuan Trinitas. Himpunan ini adalah impian Allah . Dambaan kita adalah terpenuhinya impian tersebut dengan berkembang dan berpusat pada Yesus Kristus, jalan menuju Allah. 


C. Presenting Panggilan Raja

Dengan Panggilan Raja, kita diharapkan semakin terpacu untuk melakukan berbagai perbuatan baik di dunia dan mencoba lepas dari jerat-jerat dosa. Ikut bersama sang Raja berarti berani meninggalkan diri atau dosa-dosa dan kemudian berjalan menuju Allah, menjadi gerak Allah di dunia agar kemuliaan-Nya semakin terpancar di dunia. Harus muncul integrasi antara spiritualitas ini dan hidup kita di dunia. Integrasi tersebut membuat kita mampu kreatif dan berkembang. 
Philip Endean dalam tulisannya di majalah The Way, menyatakan bahwa Ignatius menjalankan dalam kepemerintahaannya sebagai Jendral Serikat Jesus, yaitu Rules of Moving forward. Ignatius tidak hanya diam, melainkan mengembangkan spiritualitasnya menuju Roma. Dalam memperkembangkan Serikatnya, ia membutuhkan berberapa aturan. Ia menginginkan adalanya hukum dan regulasi yang baik sebagai bagian dari kebijaksanaan dan kebaikan mendalam dari Allah. Apa yang telah dimulai oleh Kristus harus kita teruskan dan kembangkan dengan kreatifitas yang bernilai. Dengan ini, Ignatius memulai “a style of moving forward’ (modo de proceder). Begitu juga dalam Latihan rohaninya, Ignatius memberikan introduksi akan gaya dan struktur bermeditasi dan berkontemplasi. Hal ini untuk menjadi dasar bagi para retretan untuk digunakan secara kreatif sehingga memampukannya memahami dan merasakan rahmat Latihan tersebut. 
Perkembangan juga dirasakan dalam KJ 34 di mana Serikat mengangkat banyak isu kontekstual di berbagai negara untuk diperhatikan dan didalami. Serikat mengangkat tentang perubahan budaya di era modern, keadilan dalam konteks paham ekonomi dan politik sekarang ini, dan keunikan dalam beriman kristiani di berbagai negara. Serikat juga mengangkat tentang gender, ekologi, dan lain sebagainya. Ini adalah perkembangan. Latihan Rohani mendorong kita untuk berani mengangkat hal-hal ini di bidang-bidang yang sangat potensial untuk mengembangkan kebesaran kemuliaan Allah. Inilah bentuk baru dan kreatif dari kemuridan kristiani. 
Latihan Rohani juga mengajak kita untuk dalam akan spiritualitas. Dengan spiritualitas, kita akan menjadi lebih mudah berkreatifitas dan mengambangkan kemuliaan Allah. KJ 34 mengatakan bahwa dengan kedalaman spiritual, kita tidak mati. Philip Endean juga menggariskan bahwa dalam karya kita, kita harus menjadi spiritual dan bukan religius. Spiritualitas menawarkan dasar untuk berdialog dengan banyak orang dan banyak hal. Spiritualitas juga dapat menjadi jembatan bagi ilmu-ilmu akademis lain. 
Tantangan akan spiritualitas juga ditanggapi oleh Pater Pedro Arrupe dengan menghadirkan diri di antara yang miskin dan tertindas tidak dengan mengibarkan bendera agama, evangelisasi. Pedro Arrupe mengatakan kita harus menghadirkan Kristus di dunia lewat solidaritas dan cinta kasih kita, tanpa perlu memandang agama. Untuk itu, hadirlah JRS menanggapi kebutuhan zaman. 
Maka, Panggilan Raja bukan urusan doa selama Latihan Rohani saja melainkan panggilan untuk menhadirkan kemuliaan Allah, impian Allah, di dunia. Kemajuan dan perkembangan merupakan suatu komitmen selama kita berpetualang atau berjalan menuju misteri Allah dan kemuliaan Allah. Perkembangan menuju Dia selalu lebih hebat daripada apa yang kita harapkan dan bayangkan.

Sunday, November 2, 2008

Beato Francisco Garate, SJ


Blessed Fransisco Garate. He was a brother who obligingly guarded the portal of Deusto University for 41 years. He dedicatedly did the responsibility until people called him ‘a smiling guard’ for his friendly and respectful deeds. On this reflection, I will use the daily reading since it talks about the beatitudes and the woes of Jesus to reflect on the grateful vocation of Brother Francisco Garate. 
Jesus asks us to be a happy and also a discreet person. The blessed condition of beatitudes come from and will come from the kingdom which Jesus is affecting. The Gospel shows us that Jesus wields a two edged sword of the Gospel. Blessing and justice for the poor on one side and woe and wrath for the rich who reject God's call for justice on the other. 
As God's saints, He calls us also to take sides and not only to take sides as protectors but to take the great step of claiming the poor, the rejected, and the hated as beloved children of God, to enter into community with them as Christ entered into community with outcasts, especially the poor. Jesus comes to bless the poor. 
We know that Jesus comes from the poor, from Nazareth where nothing good comes from. From among the poor will come the salvation of the world. This is God's way and we can share in that way. We can share in the Grand story of healing by being the saints of God, by looking to the poor and the outcast and the hated and seeing Jesus for Jesus said that when you give the least of people as glass of water you give it to him. 
This is God's way, the way of love, the way of Christ, the way of the saints of God, a way that we know will one day be victorious over all the Beasts of the world, over everything that impoverishes the human condition. 
Same way as I reflect on brother fransisco garate. God gives happiness to him as he wishfully followed God’s will. Garate was born in a farm family. He joined the society when the Jesuits thrown away from Spain. He joined when the society was in an unpleasant time. After novitiate, he worked for 10 years as a nurse and a sexton in a collage. After that, he moved to Deusto University and worked as a portal man. He faithfully did this job for 41 years. The entering gate of that collage was always busy with people in their different needs such as some parents always came to visit their children, some people came for an appointment to Jesuits priests or professors, and beggars who daily asked brother garate charity. Meanwhile, brother garate also had to take the phone. He never murmured or be angry to people. He is very altruistic. He ever said “I do my job as I can since God is always beside me and sometimes takes over my jobs. By the grace of God, everything becomes light and pleasant. Every guest we serve is the best guest of all.” 
So, do we dare to follow the way of brother fransisco garate who faithfully do the job as God’s will. Or reflect on the gospel, do we dare believe that the hungry will be fed and those who weep will laugh, do we dare to bless the poor? In Jesus Christ we should say "yes" What a blessing when we answer Jesus call to bring peace to those who weep, to bring food to those who are hungry, and to bring love to those who are hated. 
Jesus is calling us to a holy calling as the saints of light, as molded by brother garate, to be a people who are willing to share life with those who suffer, to break out of lives of woe, and this is the way he calls us to. 
So, what should be our real vocation? Brother Garate invites us to share the cup of solidarity with the poor which is the cup of blessing, through his works, well, he also invites us to faithfully work and study on the hands of God so by then our work and lesson will be lighten and pleased.

Beato Rupert Mayer, SJ


3 November, Serikat Yesus merayakan Beato Rupert Mayer. Ia hidup pada masa Nazi dan perjuangannya selama menjadi Jesuit selalu pada orang-orang miskin dan lemah. Ia menolak paham-paham yang ditawarkan Adolf Hitler dengan berani dan terus terang untuk mengajak semua umat beriman ke jalan Kristus, jalan yang benar. Ia setia mendampingi umatnya hingga ia dianiaya dan akhirnya meninggal. Dalam bacaan Injil kita dapat melihat dengan jelas dasar penggembalaan yang dilakukan oleh Beato Rupert Mayer. Injil berbicara tentang Yesus sebagai gembala yang baik yang akan memberikan jalan yang mencerahkan kepada domba-dombanya. Ia bertanggung jawab penuh akan kehidupan domba-dombanya itu. 
Yesus berkata „Akulah gembala yang baik“ . Ia akan memimpin dan melayani domba-domba-Nya sampai mereka bisa memiliki kesejahteraan hidup. Dia akan menyediakan waktu-Nya untuk mengenal domba-domba-Nya. Usaha untuk mengenal domba-domba , bagi Yesus, itu sangatlah penting sebab karakter dan harapan masing-masing domba berbeda-beda. Dia mau mengenal mereka sebab Dia mau mengasihi mereka sebagaimana Bapa mengasihi Dia. Sebagai gembala yang baik, Yesus bertanggungjawab penuh atas kenyamanan domba-domba-Nya sehingga tak seorang pun dapat merebut mereka dari Dia. Demi keselamatan domba-domba-Nya, Ia memberikan seutuhnya hidup-Nya sebagai kurban cinta-Nya. 
”Akulah gembala yang baik,…dan Aku memberikan nyawa-Ku bagi domba-domba-Ku”. Seandainya kita sebagai gembala, suatu saat kita dihadapkan pada pilihan: melindungi domba tapi kita mati atau membiarkan domba mati. Mana yang lebih dipilih? Tentu manusia tidak layak mati bagi domba. Terutama jika gembala itu adalah orang yang kita sayang, kita pasti berpesan,” kalau ada binatang buas, dan kamu sudah tidak sanggup menyelamatkan domba-domba; biarkanlah, karena yang penting kamu selamat.” Dan tidak akan berkata “kalau ada segerombolan serigala yang memangsa domba-domba kamu harus menjaga domba-domba bila perlu kamu mati” Karena nyawa domba tidak sebanding dengan nyawa manusia. Begitu juga dengan harta benda yang kita miliki tidak sebanding dengan nyawa kita. Tapi kalau demi nyawa orang yang kita sayang, kita pasti rela mati berkorban nyawa. Inilah misteri kasih.
Terkadang ada juga gembala yang mati bagi domba, Yesus yang datang dengan tujuan memberi keselamatan bagi domba-dombanya. Kalau manusia saja, tidak layak mati bagi domba maka sangat tidak layak kalau Yesus mau mati bagi kita. Yesus sudah melakukan hal yang tidak lazim, yaitu mau mati bagi domba. Hal ini justru untuk menyatakan teladan yang tidak dapat kita mengerti. Kita yang tidak layak, berdosa, jahat tapi Dia rela datang, mati untuk kita. Dia sangat mengasihi, menghargai kita manusia. Adalah sifat manusia, yaitu mengasihi karena ada sesuatu yang diharapkan, karena dia berharga, tapi Tuhan justru mengasihi yang jahat untuk Dia ubah menjadi baik dan indah. Gembala mana yang dapat mengasihi kita dengan kasih yang begitu mulia? Hal ini tidak akan kita peroleh dari gembala upahan apalagi pencuri dan perampok. Hanya Tuhan pencipta yang mengasihi kita yang rela mengasihi kita dengan tulus. Sebagai gembala yang baik, Ia bukan hanya dikenal oleh domba-domba, melainkan Ia juga mengenal domba-domba-Nya. Dengan ini kita diajak untuk setia padaNya. 
Demikian juga dengan Beato Rupert Mayer, dalam setiap situasi dan kondisi Ia hadir sebagai gembala yang berbelaskasih. Ia tampil untuk memberi kekuatan ketika umatnya berada dalam kondisi lemah, kebingungan, dan tak ada jaminan keamanan hidup yaitu ketika kemanusiaan mulai tidak dijunjung tinggi selama masa Nazi. Ia hadir sebagai pemberi harapan pada saat dipenuhi perasaan pesimis dan patah semangat. Ia masih harus menjadi jalan ketika umat nya dalam situasi kehilangan ‘pedoman arah jalan hidup’. Selama di penjara, ia juga tidak patah semangat. Banyak orang dikorbarkan oleh semangat kemanusiaannya yang menunjukan kasih gembala kepada dombanya. Sekeluarnya dari penjara, ia juga tetap setia mewartakan kasih Kristus kepada banyak umat beriman. 
Maka dari itu, marilah kita mengenang kembali keberanian Beator Rupert Mayer. Ia dalam kelemahannya tetap berani dan berjuang mewartakan kebenaran dan menyuarakan kemanusiaan kristiani. Jerih payahnya memang tidak diterima pihak penguasa hingga ia dipenjarakan namun ia tetap setia menjadi gembala untuk mengantarkan umat beriman ke jalan yang seharusnya, terang kasih kristus. Marilah kita juga perjuangkan semangat kasih dari Beato Rupert Mayer ini.

Ada pendampingan Narkoba di Taman Pintar, Yogyakarta