Thursday, March 26, 2009

NABI MIKHA


Nabi Mikha disebut sebagai pejuang bagi orang miskin. Ia melakukan ini karena ia bertolak dari daerahnya yang miskin dan mederita karena kekacauan yang terjadi di negaranya. Nabi Mikha adalah seorang patriot yang mencintai negrinya, terlebih pula rakyatnya yang malang dan tertindas. Pendiriannya begitu kukuh sehingga ia dapat mempertahankan sikap keras, tegas, dan berani ketika mencela kejahatan pada masanya itu. Mikha merupakan singkatan dari Micaiah (Yer 26:18) yang artinya “Siapa yang seperti Yahweh?” Ia melakukan pelayanan kenabian untuk Allah dan bukan untuk balas dendam atas hidupnya dan desanya yang penuh dengan penderitaan.Desanya terletak di dekat jalan raya dari Asyur ke Mesir sehingga ia mengetahui gerakan-gerakan politik di barat dengan baik. Biasanya para utusan dan diplomat dari istana Yerusalem yang menuju ke Mesir melalui desanya sehingga ia pun bertemu mereka dan dapat belajar bagaimana berkotbah. Dengan latar belakang ini, tafsiran wahyu ilahi dari nabi Mikha mengatasnamakan penindasan orang miskin dan berjuang untuk mempertobatkan orang-orang kota, pemimpin, imam, dan nabi yang selalu giat berperang untuk membuat perdamaian dan menyerahkan jaminan dirinya pada Allah yang akan memberikan keselamatan. Mereka menjalankan ini semua karena harta benda dan bukan berangkat dari kasih Allah.
Dalam paper ini akan diulas sepak terjang nabi Mikha ketika ia menentang para pemimpin dan nabi palsu. Seruan para pemimpin dan nabi palsu tersebut membuat nabi Mikha gerang dan menyatakan apa yang mereka lakukan dan katakan selalu paradoks dengan situasi yang sebenarnya. Nabi Mikha ingin mengajak rakyatnya berdamai dan melakukan segala sesuatu secara murni demi Allah. Dengan dukungan atau rahmat Roh Tuhan, ia berperang melawan tiga golongan orang bejat saat itu, para pemimpin, imam, dan nabi. Nabi Mikha dengan gagah berani menyuarakan orang miskin dan tertindas bukan dengan kotbah profetisnya melainkan dengan bersiteru langsung dengan ketiga golongan orang bejat tersebut. Nabi Mikha menyerukan perjuangan keadilan sosial. Di sini, penulis akan mengawali dengan konteks yang terjadi pada masa nabi Mikha dari segi politik, sosial, dan agama. Selanjutnya akan diberikan analisa teks dari Bab 3: 1-12 yang berisi perjuangan keadilan sosial yang dibingkai refleksi kenabiannya. Dan di akhir, penulis akan memberikan catatan kritis atas analisa yang telah diberikan.

I. Konteks
I.1. Keadaan politik
Sekitar 700-an SM, Nabi Mikha berkotbah di Yehuda untuk membantu rakyat mengatasi situasi politik yang mencekam. Situasi politik ditandai dengan saling perang antar negara untuk memperebutkan kekuasaan dan nama besar. Jika negara menjadi luas, itu artinya kekuasaan raja semakin besar dan akan ditakuti banyak negara lain. Uang atau upeti menjadi momok dan setiap orang terfokus pada pencarian harta duniawi itu.
Berawal dari raja Tiglat-Pileser (Asyur), tahun 750-an SM, yang menaklukan banyak kerajaan dan menuntut upeti dari negara jajahannya, Aram dan Israel yang dikuasai itu mencoba untuk membangkang. Mereka sudah tidak ingin lagi membayar upeti kepada Asyur. Aram dan Israel mengajak Yehuda untuk bergabung namun Yotam, raja Yehuda yang saleh tidak mau. Putranya, Ahas, yang bersekutu dengan Asyur di mana hal ini tidak disetujui Allah dikejar oleh Aram dan Israel. Mereka tidak ingin Ahas setia pada Asyur. Ahas pada masa ini sangat setia pada Tiglat-Pileser dan bukan pada Allah. Aram dan Israel bersama-sama bergabung melawan Ahas. Pada masa genting ini, Ahas pun tidak memohon pertolongan pada Allah. Ia malah meminta bantuan dari Asyur. Allah tidak suka dengan semua ini, hingga akhirnya Allah membinasakan pasukan-pasukan Asyur dan Yehuda kembali aman.
I.2. Keadaan Sosial
Mikha adalah orang desa dan di desa yang jauh dari kota ia merasakan penderitaan yang lebih disebabkan oleh orang-orang kota. Nama desanya adalah Moresyet, yang dekat dengan perbatasan Filistin di daerah Gat. Perjuangan yang ia lakukan lebih untuk memperhatikan yang kecil dan tertindas, perjuangan sosial. Ia sangat benci situasi yang ada di kota. Ia melihat situasi bahwa di kota para hakim dapat disogok, kaum imam cabul dan bejat, nabi-nabi adalah orang upahan, kaum bangsawan suka sekali merampas orang miskin dan mereka semua telah membangun tembok permusuhan, ketakutan, dan kebencian.
Dalam beberapa ungkapannya ia menyatakan dengan keras orang-orang yang merampas dan menindas orang kecil. Penguasa “…yang menginginkan ladang, …merampasnya… akan mendapatkan malapetaka” (Mi 2:2-3). Para penguasa disebutkan sebagai orang yang ‘…memakan daging bangsaku, dan mengupas kulit dari tubuhnya…” (Mi 3:2). Namun di balik itu, mereka memuji Tuhan dengan lantang dan berani. Inilah situasi paradosal di zaman nabi Mikha.
1.3. Keadaan Agama
Keadaan agama digambarkan Mikha sebagai keadaan yang tanpa iman. Rakyat di sana sudah betah dengan situasi yang menyenangkan mereka, walaupun situasi itu tidak benar secara moral dan agama. Mereka tidak ingin adanya kotbah yang terlalu merugikan mereka atau kotbah yang mewajibkan mereka mengubah hidupnya. Mereka senang dengan kotbah yang hambar dan lucu di mana kotbah itu dapat melegalkan perbuatan-perbuatan buruk mereka. Para imam juga memberikan pengajaran ke orang-orang dengan mengharapkan upah. Ini sudah tidak benar dan sudah tidak sesuai dengan eksistensi keimamannya.
Keadaan yang menyedihkan ini dikisahkan Mikha seperti dalam Mikha 3:5 yaitu “…apabila mereka mendapat sesuatu untuk dikunyah, mereka akan menyerukan damai, tetapi terhadap seseorang yang tidak memberi sesuatu ke dalam mulut mereka maka mereka akan menyatakan perang.” Inilah situasi yang dialami Mikha bahwa rakyatnya sangat memikirkan hal-hal duniawi dan tidak ingin berjuang untuk sesuatu yang lebih luhur, yaitu keselamatan bersama Allah. Allah yang menghimpun mereka dan yang akan menjadi pemimpin di barisan mereka.
Catatan Kritis
Kenabian Mikha sangat erat dengan situasi pada zaman itu, sesuatu yang dekat dengan diri dan keluarganya, yang menjadi perhatian semua orang. Apa yang diderita banyak orang menjadi penderitaannya dan ia berjuang untuk membalikkan keadaan ke situasi yang sebenarnya, bukan situasi yang dibuat-buat seperti yang dilakukan oleh tiga golongan orang bejat saat itu, para pemimpin, imam, dan nabi. Ia menyuarakan perjuangan orang kecil yang memang selalu bergerak bersama Allah yang tidak pernah membohongi dirinya sendiri. Apa yang diutarakan nabi Mikha merupakan situasi yang sebenarnya terjadi dan yang ia perjuangkan adalah harapan agar kehidupan dapat dinikmati dengan penuh makna, bukan dengan materi (7:7).
Nabi Mikha merupakan pribadi yang memiliki analisa sosial dan kepekaan yang tinggi. Lewat analisanya tersebut atau lewat kemampuannya membaca tanda-tanda zaman ia berjuang memperbaiki keadaan dan dengan pertolongan Allah, ia mengutuk segala perbuatan dan keputusan para penguasa, imam, dan nabi. Dalam tindakan kenabiannya, ia tidak berbicara untuk dirinya sendiri. Tindakannya bukan merupakan pembalasan dendam atas masa kecilnya yang penuh penderitaan. Ia melakukan ini karena ia mendapatkan inspirasi dari Allah untuk berjuang memperbaiki keadaan (7:8). Ia menyatakan bahwa ia mendapatkan Roh Tuhan yang membantu dia menyuarakan kenabiannya. Inilah anugrah dari Allah yang nyata dan bukan suatu tindakan subjektif semata untuk kepuasan dirinya sendiri atau untuk pembalasan kepada para pengusa yang membuat dirinya dan desanya menderita.
Perjuangan nabi Mikha merupakan perjuangan keadilan sosial. Ia menegur ketidakadilan sosial yang terjadi karena uang telah membuat mata para pemimpin bangsa buta. Harta duniawi telah menghancurkan diri manusia dan nabi Mikha mencoba menjadikan hal ini sebagai momen untuk kembali pada Allah, bahwa Allah memberikan martabat yang sama kepada semua orang. Allah ingin penindasan kepada kaum miskin dihilangkan karena penindasan tersebut akan membuat karya-karya Allah tidak bermakna lagi. Kehancuran Yerusalem dan Sion merupakan bukti bahwa harta duniawi telah merajalela dan membuat Allah bukan jaminan utama mereka. Tuan mereka adalah harta dan bukan Allah (3:12).
Perjuangan sosial merupakan seruan yang masih bisa dikumandangkan hingga sekarang ini. Masa nabi Mikha dengan masa sekarang kurang lebih sama di mana banyak orang mulai berpaling dari Allah dan mencoba mencari allah-allah lain yang membuat mereka cepat berjaya dan kaya. Seruan kenabian ini masih bisa berguna hingga sekarang ini di mana kita dipanggil untuk menyuarakan kasih keselamatan dari Allah menanggapi kekacauan dunia sekarang ini. Keberanian dan kekuatan dari Roh Allah memampukan kita untuk bersuara dengan lantang menghadirkan yang benar dan menjauhkan yang buruk. Apa yang dilakukan nabi Mikha merupakan suatu semangat yang hadir sekarang ini agar manusia tidak mengikuti arus zaman yang membuat manusia jatuh ke jurang dosa. Manusia harus berani dan tidak malu memperjuangkan yang adil dan benar, yang tidak selalu seturut dengan kenyamanan duniawi. Perjuangan nabi Mikha seutuhnya untuk bonun commune dan kesatuan bersama Allah (persaudaraan sejati), bukan untuk balas dendam karena masa hidupnya dan desanya penuh penderitaan.

Tanda dan Iman


Sebuah Tulisan Singkat tentang Tanggapan (Iman) untuk Pembaca Injil Yohanes atas Tanda-Tanda yang Yesus Perbuat

Yohanes, dalam memberi tanggapan orang-orang yang belum percaya pada iman akan Yesus, lebih menggunakan kata “pisteuein” dalam injilnya daripada kata “pistis’. Pisteuein adalah kata kerja dan muncul sebanyak 98 kali, sedangkan pistis adalah kata benda dan muncul hanya sekali. Kata pistis lebih diartikan sebagai kepercayaan atau keyakinan, belief, conviction of the truth of anything sedangkan pisteuein adalah “untuk percaya” diartikan dari “to believe into’ atau “menuju untuk percaya sebagai proses dinamis dari masuk ke dalam sesuatu, menjadi lahir kembali ke dalam hidup abadi.” Beriman adalah mencintai dan mengabdi Yesus secara aktif.Maka, dengan kata “pisteuein”, Yohanes ingin mengajak pembacanya untuk secara dinamis menuju pada Yesus. Yohanes menjadikan injilnya sebagai sebuah perjalanan iman “journey”, perjalanan dari yang tanpa/kurang iman → setengah iman → masuk ke iman yang penuh. Perjalanan menuju iman merupakan hasil refleksi atas tanda, bukan atas berita-berita atau kisah-kisah kehebatan Yesus semata. Pembaca Yohanes diajak untuk secara aktif menyadari kebenaran akan Yesus seperti perjalanan iman Nikodemus, wanita samaria, maupun lainnya. Kebenaran ada dalam sabda dan mempribadi dalam diri Yesus, melampaui tanda-tanda yang diberikan Yesus.
Dengan adanya Prolog (1:1-18), Yohanes ingin memberitahu ke pembacanya akan misteri hidup Yesus. Prolog membantu pembaca untuk mengenal Yesus secara benar karena pembaca dihadapkan secara langsung pada tokoh Yesus dan diharapkan dapat mengenali Dia sebagai “Sang Sabda yang menjelma menjadi manusia”. Prolog adalah kunci menuju iman yang benar. Yohanes tidak ingin pembacanya jatuh pada iman yang dangkal yang hanya percaya pada tanda-tanda dan kata-kata yang diberikan Yesus dalam sejarah hidup-Nya. Ada kebenaran yang melampaui tanda. Di sini, Yohanes tidak ingin pembacanya salah paham atas kebenaran yang ada. Di akhir cerita ada pemberitahuan salah paham kepada para pembaca agar mereka dapat berkembang lebih mendalam dalam iman kepada Yesus Kristus, Putra Allah, sehingga oleh iman mereka akan memperoleh hidup dalam nama-Nya (20:31). Yohanes tidak mengharapkan pembacanya hanya memahami pengalaman-pengalaman iman (tanda-tanda) orang-orang yang ada dalam ceritanya, tetapi ingin menantang iman (journey dan challenge) pembacanya tersebut untuk menjadi sadar “where do I stand?”
Iman Maria, ibu Yesus, juga merupakan tanda yang akan memimpin pembaca untuk beriman. Ia merupakan pribadi yang percaya dan memiliki iman yang benar dan teguh. Maria menerima dan mengakui kebenaran akan putranya. Dalam peristiwa di Kana, maria percaya bahwa Yesus akan memberikan yang terbaik sehingga ia dan para pegawai istana mengikuti apa yang Yesus katakan (2: 5-6). Percaya dan kemudian mengikuti kehendak Yesus tanpa syarat merupakan tanda yang kuat akan iman yang benar dan teguh.
Selain ibu Yesus, Yohanes juga memberikan tanda iman kepada pembacanya melalui Nikodemus. Nikodemus memiliki iman yang bertahap dari tidak percaya hingga beriman dalam Yesus. Pada awalnya, Nikodemus memanggil Yesus dengan kata guru. Ia pemimpin agama Yahudi yang bertanya kepada Yesus namun masih tidak percaya dengan apa yang ia katakan. Pemahaman Nikodemus akan Yesus masih salah (3:1-21). Nikodemus datang kepada Yesus tanda-tanda yang dilakukan Yesus. Iman yang datang karena tanda belumlah penuh. Kemudian perjalanan iman Nikodemus berkembang (7:50-52) di mana ia membela Yesus dari imam-imam kepala dan orang-orang Farisi. Iman Nikodemus dikisahkan menjadi semakin penuh oleh Yohanes ketika ia ikut dalam duka Yesus yang disalib. Ia membawa campuran minyak mur dan minyak gaharu yang banyak (19:38-42). Perjalanan iman Nikodemus merupakan tanda yang buat Yohanes dijadikan tantangan para pembacanya untuk percaya pada Yesus. Disinilah perjalanan iman yang dinamis di mana Yohanes mengajak pembacanya untuk masuk ke kebenaran akan Yesus.
Yang harus dipahami adalah bahwa “tanda” sangat penting untuk Yohanes. Ketika orang yang percaya pada Yesus dan mendasari iman mereka pada tanda semata, iman itu tidak cukup. Namun, mungkin juga ada orang yang hanya terkesima atau berhenti pada tanda yang tidak memimpin orang tersebut ke iman yang lebih mendalam (6:26). “…sesungguhnya kamu mencari Aku, bukan karena kamu telah melihat tanda-tanda, melainkan karena kamu telah makan roti itu dan kamu kenyang.” Tanda hanya akan berakhir dalam dirinya dan tidak memimpin dirinya ke realitas yang lebih esensial yaitu penyingkapan Allah dalam sabda yang mempribadi dalam diri Yesus. Hal ini seharusnya menjadi awal iman yang akan dan dapat memimpin mereka ke dalam iman yang benar. Tanda dapat memimpin orang yang percaya untuk melampaui tanda sehingga diyakinilah Yesus Kristus, Putra Allah, dan orang-orang akan memiliki kehidupan dalam nama-Nya (20:30-31).

Ada pendampingan Narkoba di Taman Pintar, Yogyakarta