Monday, April 20, 2009

PRANATA MANGSA


Pranata Mangsa atau pengaturan musim adalah suatu sistem penanggalan pertanian di Jawa yang merupakan hasil dari pengamatan dan pengalaman mengakrabi dan menanggulangi kekuatan alam dan budaya. Penanggalan ini mendasarkan diri pada tahun surya (365 hari). Konon, penanggalan ini diwarisi turun temurun dan kemudian dibakukan oleh Sri Susuhunan Paku Buwana VII di Surakarta, pada tanggal 22 Juni 1855. Dengan adanya Pranata Mangsa, orang-orang menjadi memiliki pedoman yang jelas untuk bertani, berdagang, menjalankan pemerintahan dan keserdaduan. Salah satu contohnya adalah kerajaan-kerajaan Mataram Lama, Panjang, dan Mataram Islam meraih keberhasilan dan keagungannya dengan menggunakan penanggalan ini dalam berperang dan mempertahankan diri. Dengan Pranata Mangsa, petani menjadi memiliki pegangan. Manusia memiliki peran serta untuk ikut prihatin dan berharap bersama siklus alam, yang memang secara teratur berjalan dalam kekurangan dan kelimpahannya, kering dan segarnya, kemarau dan hujannya. Manusia dibantu berhemat dan berprihatin ketika alam berada dalam kekurangannya dan mereka boleh bergembira dan berpesta ketika alam mengantar mereka masuk dalam kelimpahannya. Mereka menjadi mengerti bagaimana mengatur ekonomi keluarga dengan menjalin keputusasaan dan harapan yg tidak dapat dipisahkan dari situasi alam yang memang harus berjalan dari kekurangan menuju kelimpahan, dari kekeringan menuju kesuburan, dari paceklik menuju panenan. Alam adalah teman, bukan lawan sehingga harus akrab dan bukan untuk ditaklukan. Teman adalah tempat untuk menumpahkan harapan, tetapi juga mengungkapkan keputusasaan. Harapan di sini bukan khayalan. Panen adalah harapan yang menjadi nyata. Manusia harus berjaga-jaga dan waspada agar panenan berhasil. Kewaspadaan adalah tuntutan dari kesabaran.

Pranata Mangsa terdiri dari empat musim dan 12 mangsa yaitu musim katiga (kasa, karo, katelu), labuh (kapat, kalima, kanem), rendheng (kapitu,kawolu, kasanga), dan mareng (kasapuluh, destha, dan saddha). Setiap mangsa tersebut memiliki watak masing-masing, walaupun watak tersebut jika berada dalam satu musim tidak terlalu jauh perbedaannya. Misalkan pada musim ketiga, mangsa kasa dan karo sama-sama memiliki curah hujan yang rendah karena sama-sama berada di masa terang yang biasanya kering.

Untuk lebih jelasnya, pembagian mangsa dalam satu tahun adalah sebagai berikut. Mangsa kasa (22 juni – 1 ags) berada pada masa terang. Masa ini jatuh ketika Matahari ada di Zenit utk garis balik utara bumi yaitu tanggal 22 juni. Masa ini berlangsung selama 41 hari. Gejala alam yang muncul adalah daun-daun berguguran dan bintang beralih. Kondisi meteorologisnya adalah sinar matahari 76%, lengas udara 60,1%, curah hujan 67,2 mm, suhu udara 27,4°C. Manusia di masa ini merasa ada sesuatu yang hilang dalam alam, walau cuacanya terang. Sotya Murca ing embanan (ratna jatuh dari tatahan) adalah watak mangsa ini.

Mangsa kedua adalah mangsa karo (1 ags -24 ags). Mangsa ini berada di musim paceklik atau puncak dari musim ketiga (masa terang di mana hawa menjadi panas). Pada masa ini manusia mulai resah, karena suasana kering dan panas, rasanya bumi seperti sudah merekah. Watak mangsa ini bantala rengka (tanah retak). Curah hujan pada masa ini turun menjadi 32,2 mm. Lamanya mangsa ini lebih sedikit dari mangsa karo, yaitu 23 hari. Mangsa Katelu (25 Ags – 17 sep) memiliki watak Suta manut ing bapa (anak menuruti ayah). Mangsa ini juga masuk musim ketiga. Tak ada yg dapat dibuat manusia kecuali pasrah sambil berharap semoga masa ini segera berakhir. Gejala yang dialami adalah sumur mengering dan angin berdebu. Namun curah hujan naik pada masa ini naik menjadi 42,2 mm. Masa ini berlangsung selama 24 hari.

Waspa kemembeng jroning kalbu (airmata tersimpan dalam hati) adalah watak dari mangsa Kapat (18 sep – 12 okt). Jatuh pada musim labuh. Pada masa ini kemarau berakhir. Kondisi meteorologisnya adalah sinar matahari 72%, lengas udara 75,5 %, curah hujan 83,3 mm, suhu udara26,7°C. Masa ini berlangsung selama 25 hari. Manusia di masa ini masih harus menunda kegembiraannya, ia masih menunggu sampai semua kesedihan dan kekeringan sungguh berlalu. Walaupun curah hujan pada masa ini sudah naik, namun mangsa ini disebut sebagai mangsa semplah atau mangsa putus asa.

Pada mangsa selanjutnya manusia mulai diliputi sukacita atas kesegaran air hujan yg turun dari langit seperti pancuran mas membasahi bumi. Mangsa ini adalah mangsa Kalima (13 okt – 8 nov). Watak mangsa ini adalah pancuran mas sumawur ing jagad (pancuran mas berhamburan di bumi). Curah hujan naik pada mangsa ini naik menjadi 151,1%. Gejala pertama mangsa ini adalah turunnya hujan yang tidak begitu deras. Mangsa ini berlangsung selama 27 hari.

Dalam mangsa Kanem (9 nov – 21 des) alam mulai menghijau dan hati manusia merasa tentram. Manusia diundang untuk ikut merasakan kesucian di mana watak mangsa ini rasa mulya kasucen (rasa mulia yang berasal dari kesucian). Mangsa ini berada pada musim udan. Curah hujan menjadi tinggi yaitu 402,2 mm. Lamanya mangsa ini adalah 43 hari.

Mangsa selanjutnya adalah mangsa yang berbalikan dengan mangsa kasa. Pada mangsa ini matahari ada di zenit garis balik selatan bumi (22 desember). Ini adalah mangsa Kapitu (22 des – 2 feb). Mangsa ini berada pada musim rendheng atau puncak dari musim udan. Watak mangsa ini adalah wisa kentar ing maruta (bisa terbang tertiup angin). Sinar matahari menjadi 67%, lengas udara 80%, curah hujan 501,4 mm, suhu udara 26,2 %. Musim ini dikenal juga sebagai musim datangnya penyakit dan alam ditandai dengan adanya banjir. Alam pada masa ini kelihatan kurang bersahabat namun sesungguhnya sedang menyimpan berkah panen yang sedemikian kaya. Gejala yang sering dialami adalah musim kawin binatang-binatang dan hujan besar yang disertai kilat. Mangsa ini berlangsung selama 43 hari.

Mangsa Kawolu (3 feb – 28 feb) adalah mangsa pengarep-arep. Mangsa penuh harapan. Kendati awan selalu berawan dan kilat terus menyambar semasa hujan, manusia tidak merasa diliputi rasa takut karena di balik itu kehendak manusia terasa menyegar bersama turunnya hujan yang dahsyat. Watak mangsa ini adalah anjrah Jroning kayun (sesuatu sedang merebak di dalam kehendak). Curah hujan turun pada masa ini turun menjadi 371,8 mm. Hujan menjadi tidak terlalu berbahaya lagi dan masa ini berkisar 26/27 hari.

Mangsa selanjutnya adalah mangsa kasanga (1 mar – 25 mar). Pada mangsa ini kulit manusia menjadi peka terhadap penyakit. Watak mangsa ini adalah wedare wacana mulya (keluarnya sabda mulia). Mangsa ini berlangsung selama 25 hari di mana curah hujan turun menjadi 252,5 mm. Gedhong minep jroning kalbu (gedung tertutup dalam hati) adalah mangsa Kasapuluh (26 mar-18 apr). Sinar matahari menjadi 60%, lengas udara 74%, curah hujan 181,6 mm, suhu udara 27,8°C. Gejala yang muncul adalah awal perkembangbiakan atau masa di mana binatang bertelur dan berabak. Pada masa ini orang mudah lesu dan pusing karena sebentar lagi mau musim kemarau.

Sotya sinarawedi (intan yg diasah) adalah watak dari mangsa ke sebelas atau mangsa dhesta (19 apr – 11 mei). Jatuh pada musim panen. Curah hujan menurun menjadi 129,1 mm. Gejala yang kerap dialami adalah burung-burung mulai menetas, alam dalam hal ini mulai menunjukan daya ciptanya lagi. Kesuburan seakan diasah lagi, kendati kemarau sudah diambang mata. Mangsa ini berlangsung selama 23 hari. Mangsa yang terakhir adalah mangsa saddha (12 mei – 21 juni). Mangsa ini memiliki watak tirta sah saking sasana (air lenyap dari tempatnya). Jatuh pada musim terang. Curah hujan pada masa ini naik menjadi 149,2 mm. Hujan mulai sungguh habis dan kemarau mulai tiba. Masa ini juga termasuk mangsa yang panjang, yaitu selama 41 hari.

Demikianlah mangsa-mangsa ini terjadi dan memperkaya kehidupan dan perkembangan masyarakat di jawa. Adanya sistem mangsa bisa dikatakan sebagai suatu penghormatan dan apresiasi pada bumi dan alam tempat manusia hidup dan berada. Bumi dengan sistem mangsa ini tidaklah diperlakukan sebagai objek, melainkan sebagai subjek. Bumi disebut sebagai ibu atau pertiwi karena bumi telah melahirkan manusia dan memberikan apa yang mereka butuhkan sehingga mereka dapat berada seperti sekarang dan mempunyai apa yang dimiliki sekarang. Oleh karena itu, manusia tidak bisa dilepaskan dari bumi. Manusia membutuhkan sistem alam untuk dapat bersatu dengan bumi demi kelancaran dan kesejahteraan hidupnya. Bumi atau alam adalah tempat manusia berasal. Alam juga ibu yang memberi makan, mendukung, menuntun, dan menunjukkan jalan pada manusia. Manusia dan bumi tidak bisa saling mengasingkan, tetapi saling memberi. Inilah rahasia mengapa petani Jawa dapat mempertahankan hidupnya, kendati segala kesulitan telah membuat mereka menderita.

PERKAWINAN: Budaya Betawi dan Agama Hindu


“Buke Palang Pintu”
Dalam upacara perkawinan di Betawi, ada prosesi yang di kenal dengan “Buke Palang Pintu”. Upacara ini ditujukan untuk mempelai pria “tuan mude” yang akan mengambil mempelai wanita “tuan putri” menjadi istrinya. Usaha mengambil “tuan putri” ini tidak mudah karena di pintu masuk rumah “tuan putri” ada sekelompok jagoan silat menghalangi usaha “tuan mude” atau menjadi palang perkawinannya. Namun, “tuan mude” juga membawa sekelompok jagoan silat sendiri untuk melawan mereka atau untuk membuka palang tersebut. Dialog di depan pintu diucapkan dengan pantun dan kemudian dilanjutkan dengan adu silat antar kelompok “tuan mude” dan “tuan putri”. Prosesi tersebut menyimbolkan upaya keras mempelai laki-laki untuk menikah dengan sang pujaan hati. Uniknya, setiap petarungan silat, pihak mempelai wanita pasti dikalahkan oleh jagoan calon pengantin pria. Seluruh dialog prosesi ini dilakukan dengan berpantun oleh perwakilan masing-masing mempelai dan diiringi rebana ketimpring. Jika “palang” pintu atau pertarungan silat sudah terbuka atau dimenangkan oleh pihak pria, acara berlanjut ke pelaksanaan akad nikah. Setelah itu, pihak laki-laki akan memberikan seserahan yaitu roti buaya yang melambangkan kesetiaan abadi, sayur-mayur (pala, kapur, pinang), uang, jajanan khas Betawi, dan pakaian. Barang-barang tersebut melambangkan pahit, getir, dan manisnya kehidupan berumah tanggaDalam upacara “Buke Palang Pintu”, orang Betawi ingin mengatakan bahwa laki-laki yang kuat dan perkasa adalah laki-laki yang pantas menjadi seorang suami. Kuat dan perkasa tidak hanya dilihat dari sisi fisik, namun juga dari sisi materi atau kemapanan keluarga. Dengan konsep perkawinan ini, pihak perempuan menggambarkan bahwa tidak bisa begitu saja memberikan anaknya namun harus memberikan berbagai halangan kepada sang lelaki. Kemenangan dari pihak laki-laki merupakan simbol kekuatan bahwa tidak ada yang mampu menandingi kekuatan dia sehingga dia mampu melindungi sang perempuan dengan baik. Ini juga simbol dari kemapanan keluarga laki-laki karena keluarganya mampu membawa orang-orang terbaiknya sehingga mendapatkan kemenangan. Mampunya menghadirkan atau membentuk orang-orang terbaiknya merupakan tanda bahwa keluarga sang laki-laki sudah mapan dalam hal sandang, pangan, dan papan.

“Grhasta Asrama”
Perkawinan bagi umat Hindu juga merupakan jalan menuju keselamatan. Perkawinan bagi mereka adalah sesuatu yang sakral, yaitu untuk mewujudkan Catur Asrama, empat tujuan hidup manusia yaitu Brahmacari untuk mewujudkan Dharma, Grhasta untuk mewujudkan Artha dan Kama, Wanaprasta dan Sanyasa untuk mewujudkan Moksa. Perkawinan adalah upaya untuk mewujudkan tujuan hidup Grhasta Asrama. Tujuan pokok perkawinan adalah "Yatha sakti Kayika Dharma" atau “dengan kemampuan sendiri melaksanakan Dharma”. Juga ada dua tujuan lain yang harus dilaksanakan dengan tuntas yaitu mewujudkan artha dan kama yang berdasarkan Dharma.

Perkawinan umat Hindu merupakan suatu yang suci dan sakral. Pada jaman Weda, perkawinan ditentukan oleh seorang Resi, yang mampu melihat secara jelas, melebihi penglihatan rohani, kecocokan pasangan. Hasil pandangannya akan menentukan apakah pasangan ini diperbolehkan kawin atau tidak. Jika tidak boleh, pasangan harus berpisah dan mencari lagi pasangan hidupnya yang cocok. Setelah ada kecocokan, pasangan Hindu ini dapat melangsungkan upacara mekala-kalaan sebagai pengesahan kedua mempelai. Upacara ini merupakan simbol proses penyucian, untuk menyucikan benih yang dikandung kedua mempelai, berupa sukla (spermatozoa) dari pengantin laki dan wanita (ovum) dari pengantin wanita. Upacara ini mampu menetralisir kekuatan kala yang bersifat negatif menjadi Daiwi Sampad (mutu kedewaan). Harapan dengan perkawinan ini, amak yang akan dilahirkan akan memiliki sikap dan keutamaan yang baik yang sepadan dengan dewa.

Perkawinan Hindu pada hakikatnya adalah suatu yadnya untuk memberikan kesempatan kepada leluhur untuk menjelma kembali memperbaiki karmanya. Dengan menjelma menjadi manusia, karma dapat diperbaiki menuju subha karma secara sempurna. Melahirkan anak melalui perkawinan dan memeliharanya dengan penuh kasih sayang sesungguhnya suatu yadnya kepada leluhur. Lebih-lebih lagi kalau anak itu dapat dipelihara dan dididik menjadi manusia suputra, akan merupakan suatu perbuatan melebihi seratus yadnya.
Dengan kata lain, perkawinan dalam agama Hindu mengarah pada penyucian, yaitu penyucian yang untuk kedua mempelai dan anaknya kemudian dan juga untuk leluhur. Konsep keselamatan dalam hal ini sangat riil yaitu umat Hindu mengharapkan keturunan yang akan dihasilkan menjadi lebih baik dari yang sekarang ini. Keturunan yang baik menandakan adanya kuasa dewa atau yang ilahi dalam mendampingi dan membimbing umat Hindu. Baiknya keturunan juga mau menandakan proses pertobatan sang leluhur untuk memperbaiki hidupnya di dunia yang lalu.

Refleksi
Dari dua upacara perkawinan ini, “Buke Palang Pintu” dalam budaya Betawi dan “Grhasta Asrama” dalam agama Hindu, dapat dilihat perbedaan yang sangat mencolok, padahal sama-sama berbicara tentang perkawinan. Budaya betawi lebih mengarah pada kekuatan dan keperkasaan seseorang pria di mana sang perempuan tidak kentara kehadirannya. Dalam agama Hindu, perkawinan adalah jerih payah sang laki-laki dan perempuan dalam menyucikan diri di dunia ini, penyucian untuk dirinya sendiri, keturunannya, dan leluhurnya.
Dalam budaya Betawi, konsep keselamatan adalah terciptanya kondisi mapan, puas, bahagia, dan kuat perkasa. Lewat berbagai hal ini, orang Betawi percaya bahwa hidupnya akan baik dan penuh berkat. Kesengsaraan dan kelemahan adalah tanda tidak selamat bagi mereka. Namun keselamatan bagi orang Betawi tidak dapat begitu saja diterima atau cuma-cuma. Keselamatan adalah hal yang diusahakan dan dipersiapkan jauh hari sebelumnya, di mana kekerasan atau seni bela diri dapat digunakan untuk mewujudkan keselamatan tersebut. Keselamatan hanya bisa diwujudkan oleh pihak laki-laki. Pihak perempuan hanya menerima efek dari keselamatan yang diwujudkannya itu.

Dalam agama Hindu, konsep keselamatan adalah mewujudkan sikap dan sifat yang baik di dunia, baik untuk dirinya sendiri, keturunannya, dan leluhurnya. Dalam perkawinan Hindu ada tiga harapan yang mau diraih di mana harapan tersebut merupakan ungkapan konsep keselamatan umat Hindu secara riil. Harapan yang pertama adalah untuk pemuliaan sang ilahi di mana manusia di minta untuk mewujudkan tugasnya di dunia, yaitu mewujudkan Catur Asrama. Perkawinan adalah salah satu bagian dari Catur Asrama, yaitu Grhasta untuk mewujudkan Artha dan Kama. Pemenuhan Artha dan Kama harus dijalankan secara dewasa, yaitu demi kebenaran dan kebajikan. Harapan keselamatan yang kedua adalah keturunan yang baik lewat pasangan yang memang cocok. Lahirnya keturunan yang baik menandakan bahwa sang ilahi masih memberikan berkatnya di dunia. Yang ketiga adalah menolong leluhur, dalam penjelmaannya, untuk mempertobatkan dirinya dengan melakukan dengan lebih baik segala tugas manusia di dunia. Lewat satu upacara ini, berbagai penyucian dilakukan. Dengan perkawinan, kesucian ditonjolkan dan keselamatan dicapai. Perwujudan keselamatan dilakukan secara bersama-sama, baik pihak laki-laki maupun perempuan. Perempuan memiliki peranan yang sama dengan laki-laki dalam menghadirkan keselamatan.

Lewat pemahaman dua konsep keselamatan ini, dilihat dari upacara perkawinan, saya pribadi tidak bisa berkata banyak. Mereka memang berbeda dan tidak bisa begitu saja disamakan. Perkawinan dalam budaya Betawi dan agama Hindu merupakan dua konsep yang berbeda, begitu juga dengan konsep keselamatannya. Mereka semua memiliki jalannya sendiri. Keselamatan ditawarkan tidak hanya oleh agama, melainkan juga oleh budaya setempat. Keselamatan mengungkapkan sesuatu yang riil, yang ada dalam kehidupan manusia sehari-hari. Perbedaan yang ada merupakan karunia. Kesamaan yang muncul dalam setiap agama dan budaya mencoba mengusahakan kehidupan yang lebih baik. Keadaan utuh-lengkap, bahagia, mapan, dan puas merupakan rasa yang ingin dicapai. Lewat berbagai upacara perkawinan yang berbeda, orang Betawi maupun umat Hindu, sama-sama mengharapkan munculnya situasi atau keadaan yang lebih baik dari keadaan mereka sekarang ini dan di masa lalu.

Thursday, April 2, 2009

Apa itu kebijaksanaan?


Sebuah Jalan International untuk Berpikir

Meskipun ahli kitab suci tidak menyadari karakter internasional dari kitab kebijaksanaan, para ahli di abad ini membuka isi dari sastra kebijaksanaan kuno. Tulisan ini melintasi batas nasional dan langsung mengangkat interpretasi dari kebijaksanaan kitab suci. Satu dari penemuan awal adalah tulisan dalam kitab Mesir yang bernama Amen-em-opet yang mana 30 pepatah dan kata-kata bijak menunjukan kesamaan yang kuat dari pepatah-pepatah kitab suci. Penemuan yang selanjutnya membuka pararel antara kebijaksanaan kitab suci dengan kebudayaan Mesir, Samaria, Akkadia, Babilonia, dan Kanaan. Maka dengan penemuan ini dapat disimpulkan bahwa kitab-kitab kebijaksanaan Israel memiliki pemikiran internasional yang luas dan merupakan produksi kesusastraan.
Kebijaksanaan sebagai Instruksi
Kebijaksanaan ini ingin menunjukan nada-nada didaktis yang diwarnai dengan intruksi kepada orang muda akan tingkah laku dan kebiasaan yang tepat. Beberapa koleksinya adalah sebagai berikut:
• Petani yang pandai bicara
Kisah ini berasal dari Mesir yang menceritakan tentang protes dari petani yang pandai bicara. Ketika ia kehilangan barang-barang semata wayangnya yang dicuri oleh seorang maling yang kaya. Ia memohon pada raja untuk meminta keadilan. Ia tahu bahwa jalan menuju raja itu sulit, namun dengan keahliannya ia mampu berbicara kepada raja dan bahkan mendapatkan kembali apa yang ia miliki dan keseluruhan kekayaan pencuri yang kaya. Dalam hal ini ada kebijaksanaan internasional yaitu mengenai orang miskin yang selalu menjadi lebih baik dari orang kaya. Kekayaan dan kehormatan akan menjadi milik orang miskin. Kisah ini juga menceritakan tatanan sosial, kesabaran, perlindungan, dan keadilan umum yang ada di mana-mana. Inilah sebuah kebijaksanaan didaktis tentang hidup yang ada dimana-mana. Dalam kitab suci ada kesamaan dengan kisah Yosef, namun lebih kelihatan lagi ada dalam Kitab Amsal dan Sirakh.
Kebijaksanaan sebagai Refleksi Skeptis
Kebijaksanaan ini berbalikan dengan di atas. Kebijaksanaan ini mempertanyakan tatanan sosial dan harmoni dalam dunia.

• Penderita yang tak bersalah
Kisah ini berasal dari tradisi Akkadian. Kisah ini tentang seorang yang sangat baik namun hidupnya penuh penderitaan. Ia orang yang setia berdoa dan sedekah tapi hidupnya tidak pernah lepas dari penjahat, pencuri, kecelakaan, dan lain sebagainya. Ia memrotes tuhannya dan meminta pertanggungjawaban dari dia. Ungakapan ini berasal dari refleksinya. Ini adalah kisah yang mempertanyakan keadilan dan tatanan sosial dalam hidup ini dimana penderitaan tiada pernah berakhir bahkan datang bertubi-tubi hanya untuk menunjukkan kesetiaan ilahi seseorang. Kisah ini dekat dengan Ayub dan pertanyaan-pertanyaan yang diutarakannnya dekat dengan kitab Kebijaksanaan Salomo.
• Pelayan yang Bijak
Kisah ini berasal dari kebijaksanaan Timur Kuno yang dekat dengan kitab Pengkotbah. Kisah ini tentang dialog pesimis antara Majikan dan Pelayannya. Kisah ini mengenai seorang majikan yang mengusulkan pada pelayannya 10 hal khusus dari kegiatan majikan di mana majikan butuh pendampingan pelayan untuk menyempurnakan kegiatannya tersebut. Mulai dari naik kuda, makan, dll. Hingga akhirnya tiba pada pembunuhan sang pelayan, muncul dialog yang menarik tentang tindakan-tindakan moral yang muncul dari kebiasaan sehari-hari. Dialog ini menarik dimana yang baik dan buruk ditunjukkan sebagai konsekwensi dari tindakan-tindakan manusia. Dialog tersebut sangat lihai, penuh teka-teki, namun lucu. Dengan kisah ini kebijaksanaan ditunjukkan dengan perhatian manusia pada dilema mengambil keputusan dan juga pengalaman moral berhadapan dengan iman. Dengan ini, ada kebijaksanaan dari terang yang unik akan relasi dengan Tuhan.
• Salomo, Contoh dari Kebijaksanaan Israel
Di Israel, Salomo Raja yang besar dan patron dari kebijaksanaan, hadir untuk menunjukkan banyak segi dari tradisi kebijaksanaan. Dalam dunia kuno, Salomo pernah dikaruniakan kebijaksanaan. Ketika ia menjadi raja untuk menggantikan Daud, ia memohon untuk dikaruniakan kebijaksanaan dan ia menerima hal itu. Dalam 1 Raja-Raja 3-11 ditunjukkan bagaimana efek dari kebijaksanaan ilahi dan hukum-hukum yang dibuat Salomo. Contoh kebijaksanaan Salomo pada kisah perebutan satu bayi oleh dua ibu. Ia meminta prajurit untuk membagi dua bayi tersebut sehingga ketahuanlah mana ibu yang benar yang ingin memberikan hidup pada anaknya. Begitu juga ketika kedatangan Ratu dari Sheba yang mampu menunjukkan kebijaksanaan Salomo yang luar biasa.
Dalam Kitab Suci memang kentara bahwa Salomo merupakan pahlawan hebat dalam lingkup kebijaksanaan. Namanya diasosiasikan dengan keempat kitab kebijaksanaan, yaitu Amsal, Pengkotbah, Kidung Agung, dan Kebijaksanaan Salomo. Dalam kebijaksaanaannya, Salomo menyimpulkan banyak aspek dari tradisi kebijaksanaan di mana potretnya dapat menghiasi kehadiran kebijaksanaannya. Salomo juga merupakan orang paling bijak yang ada di Israel yang mengalahkan kebijaksanaan-kebijaksanaan sebelumnya.
Kebijaksanaan sebagai Pengetahuan
Contoh akan kebijaksanaan Salomo ini mengindikasikan bahwa kebijaksanaan di Israel dipengaruhi pencarian akan pengetahuan. Pepatah modern adalah pengetahuan itu kekuatan yang seharusnya diterima oleh pemikir-pemikir kebijaksanaan Israel. Semua pengetahuan didasarkan dari kegunaannya dalam menolong seseorang untuk memahami dunia ciptaan ini dan untuk menghadapi eksistensi manusia.
Kebijaksanaan juga berdasar pada pemahaman akan eksistensi manusia dalam setiap dimensinya dan terutama hubungan manusia dengan Tuhan. Ketika kebijaksanaan melibatkan pengetahuan dengan cara intuitif maupun lewat pengalaman. Hal ini juga bisa berlangsung secara turun temurun. Dalam perjanjian lama, kebijaksanaan berasal dari setiap generasi yang mengajarkan tentang pertanyaan-pertanyaan mendalam akan kehidupan dan membagikan kebijaksanaan ini ke orang lain.
Penyebaran Kebijaksanaan—Kebijaksanaan Rakyat
Selama beradab-abad, kebijaksanaan umum berkembang masuk ke dalam pengetahuan di mana kebijaksanaan itu dipelihara secara lisan dan diteruskan dari orang tua ke anak-anaknya. Warisan kebijaksanaan di Israel merupakan produk dari pemikiran dan tindakan orang-orang pada umumnya. Kebijaksanaan ini ada dalam masyarakat sebagai pegangan kehidupan sehari-hari sebagai jalan untuk mendidik orang mudanya dan juga sebagai sumber penyelesaian konflik di antara mereka. Kbijaksanaan ini merupakan identitas setiap komunitas di mana tindakan dan kehidupan mereka berdasar pada kesimpulan dari pengalaman-pengalaman leluhurnya.
Kebijaksanaan Profesional
Dalam Timur Dekat Kuno, kebijaksanaan tidak secara eksklusif milik dari rakyat atau klan. Seorang hakam, orang bijak, masuk dalam jajaran profesional yang memang ahli di dalamnya. Dalam dunia kuno, kebijaksanaan memang harus diasah. Raja atau penguasa mencari warga yang memang belajar kebijaksanaan sebagai penasihat dan orang istana. Kerajaan memang menganggap orang bijak ini sebagai kelas tertentu dari masyrakat yang terpelajar.
Di Israel, kebijaksanaan merupakan milik rakyat yang dikumpulkan, direkam, dan dihias oleh orang bijak. Dengan kebijaksanaan ini, rakyat ingin menunjukan perhatiannya pada kehidupan yang lebih baik.
Kebijaksanaan sebagai Kecerdasan
Meskipun kebijaksanaan terkait dengan pengetahuan, tidak bisa dideskripsikan secara khusus sebagai pengetahuan. Kebijaksanaan merupakan dasar, kecerdasan awal, yang mempermudah seseorang dengan pengetahuannya menggunakannya secara efektif. Kebijaksanaan memerlukan keputusan, keahlian, dan ketenangan untuk menginterpretasikan situasi-situasi hidup.
Kebijaksanaan sebagai Karunia
Kebijaksanaan kitab suci merupakan talenta bawaan dan peraihan disiplin kemanusiaan. Ini merupakan karunia ilahi. Kebijaksanaan adalah sesuatu atau seseorang yang harus diungkap, ditangkap, didoakan, namun akhirnya kebijaksanaanlah yang menangkap kita.

Yesus, Seorang manusia yang berelasi dengan manusia


Ia lahir dari seorang manusia, wanita yang bernama Maria. Maria adalah istri dari seorang tukang kayu di Nazareth, yang bernama Yosef. Oleh karena itu, Ia memiliki keluarga biologis. Orang tua, saudara dan saudari. Maka seorang berkata kepada-Nya: "Lihatlah, ibu-Mu dan saudara-saudara-Mu ada di luar dan berusaha menemui Engkau." (Mat 12:47). Dalam karyanya, ada tim/komunitas, terdiri dari 12 rasul. Komunitas ini lambat laun berkembang dan menjadi suatu komunitas Gereja Perdana, yang beriman pada ajaran-ajaran Yesus. Mereka menyebarkan warta gembira dengan penuh perjuangan, ada yang dibunuh dan dianiaya. Pada umur 30, Ia mulai mengajar dan mewartakan sabda. 3:23 Ketika Yesus memulai pekerjaan-Nya, Ia berumur kira-kira tiga puluh tahun dan menurut anggapan orang, Ia adalah anak Yusuf, anak Eli (Luk 3:23)
Pesan Pokonya: Bertobatlah dan terimalah Allah untuk merajai hidup. Karena itu sadarlah dan bertobatlah, supaya dosamu dihapuskan (Kis 3:19). Sejak waktu itulah Yesus memberitakan: "Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat!" (Mat 4:17)

Hal-hal yang dilakukan: menyembuhkan orang sakit, melakukan mukjizat-mukjizat, mengusir setan, kritik besar terhadap segi sosial, ekonomi, dan politik. Katakanlah kepada kami pendapat-Mu: Apakah diperbolehkan membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?" (Mat 22:10), Setelah pemimpin pesta itu mengecap air, yang telah menjadi anggur itu -- dan ia tidak tahu dari mana datangnya, tetapi pelayan-pelayan, yang mencedok air itu, mengetahuinya (Yoh 2:9), Kata Yesus kepadanya: "Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku." (Mat 19:21)

Kritik pedasnya membuat para pemimpin saat itu marah sehingga ingin membunuh Dia, tetapi mereka tidak ingin membunuhnya dengan tangan mereka sendiri, diserahkan ke pemerintah Romawi . Yesus mengalami penderitaan berat dan akhirnya wafat. Tiga hari kemudian, Ia bangkit.

Pada hari pertama minggu itu, pagi-pagi benar ketika hari masih gelap, pergilah Maria Magdalena ke kubur itu dan ia melihat bahwa batu telah diambil dari kubur. Ia berlari-lari mendapatkan Simon Petrus dan murid yang lain yang dikasihi Yesus, dan berkata kepada mereka: "Tuhan telah diambil orang dari kuburnya dan kami tidak tahu di mana Ia diletakkan." Maka berangkatlah Petrus dan murid yang lain itu ke kubur. Keduanya berlari bersama-sama, tetapi murid yang lain itu berlari lebih cepat dari pada Petrus sehingga lebih dahulu sampai di kubur. Ia menjenguk ke dalam, dan melihat kain kapan terletak di tanah; akan tetapi ia tidak masuk ke dalam. Maka datanglah Simon Petrus juga menyusul dia dan masuk ke dalam kubur itu. Ia melihat kain kapan terletak di tanah, sedang kain peluh yang tadinya ada di kepala Yesus tidak terletak dekat kain kapan itu, tetapi agak di samping di tempat yang lain dan sudah tergulung. Maka masuklah juga murid yang lain, yang lebih dahulu sampai di kubur itu dan ia melihatnya dan percaya. (Yoh 20: 1-8)

Ada pendampingan Narkoba di Taman Pintar, Yogyakarta