Wednesday, June 11, 2008

News: Usaha Kerupuk ”Inti Rasa” Pascanaik Harga BBM, ”Humanis itu Lagi Meringis”

Panas menyengat dari api tungku, minyak panas, bahan baku yang selalu naik di luar logika, dan sulitnya pemasaran. Inilah yang dihadang Almainir (53), tukang kerupuk “Inti Rasa” sejak 1974. Dari gudang produksinya Jalan Andalas Makmur Padang, dengan modal awal Rp 175 ribu, saat ini telah menghasilkan 300 bungkus per hari senilai Rp750 ribu. Saat ini, “Inti Rasa” telah merambah pasar. Bukan di Padang saja, tapi juga ke Pesisir Selatan, Kota Solok sampai ke Alahan Panjang (Kabupaten Solok). Pekerjaan ini membutuhkan banyak tenaga, hingga dia mempekerjakan 16 karyawan. Mereka bekerja mengaduk, mencetak, mengukus, menjemur, menggoreng, hingga membungkus kerupuk tiap hari. Rata-rata karyawan bergaji Rp35 ribu per orang dalam satu hari. Selain itu, juga ada yang memasarkan ke toko-toko di berbagai daerah. Semanis itukah perjalanan usaha keluarga bapak empat anak ini? Setelah digali, ternyata jawabannya ya. Tapi tidak untuk enam bulan belakangan. Karena tanpa belas kasihan, entah karena kebijakan “memihak rakyat” seperti apa yang diterapkan pemerintah, harga bahan baku pembuatan kerupuk melambung tinggi. Apalagi pascanaik harga BBM. Ada yang hingga 100 persen. “Penjualan Rp750 ribu per hari kedengarannya besar. Itu hanya kembali modal. Sekadar usaha tetap hidup saja,” ujar pria ini tetap tegar saat ditemui di kediamannya. Lelaki humanis ini tidak ingin karyawannya hilang pekerjaan, di samping berupaya tetap mempertahankan pasar yang telah dikuasai. Kondisi ini memang berat bagi usaha-usaha sejenis. “Bayangkan, setelah kenaikan BBM, tepung tapioka dari Rp105 ribu menjadi Rp125 ribu per karung, minyak goreng Surya dari Rp825 ribu menjadi Rp860 ribu per 60 Kg, tepung terigu dari Rp95 ribu per karung menjadi Rp180 ribu. Plastik Rp22.500 menjadi Rp27 ribu. Simpanan dahulu bisa habis,” kata Almainir dengan suara berat. Lantas bagaimana menghadapi kondisi ini? Untunglah dia memiliki keahlian reperasi mesin tik ditambah keahlian memperbaiki mesin hitung Casio, stensil. Dari usaha ini mengalir juga Rp 100 ribu hingga Rp 150 ribu per hari. “Ini cukup buat sekolah anak-anak dan makan sehari-hari,” tuturnya tegar dengan air muka yang tidak memendarkan kesedihan. Di samping mereperasi di Kampung Jao Dalam, juga dipanggil ke kantor-kantor. Untuk profesi ini, dia cukup dikenal karena selalu memberi kemudahan dalam pembayaran kepada konsumen. “Jika kita bekerja semata-mata untuk uang, hidup akan susah. Itulah sebabnya saya tidak bisa keras. Saat orang butuh perbaikan mesin, saya kerjakan tanpa pembayaran cash. Dengan begini saya selalu dapat orderan yang kadang saya bawa pulang dan dikerjakan sampai pukul 3 dini hari,” tuturnya. Bagaimana dengan bantuan UKM? “RRI mewawancarai saya waktu Subuh beberapa bulan lalu. Siangnya, pukul 12.00 WIB petugas dari UMKM langsung datang menawarkan bantuan Rp 5 juta. Saya minta Rp 15 juta, disanggupi Rp 10 juta. Mereka beri waktu penggantian 3 tahun, tapi saya minta hanya 1 tahun. Saya yakin bisa. Tapi tidak diduga, enam bulan belakangan, harga bahan baku kerupuk naik tajam. Usaha jadi berat. Angsuran pinjaman baru beberapa bulan dibayar. Tapi bagaimana pun kondisinya, saya akan melunasinya,” tuturnya polos. (Hadi wijaya)
Sumber: http://www.padangekspres.co.id/content/view/7514/105/

No comments:

Ada pendampingan Narkoba di Taman Pintar, Yogyakarta