Wednesday, August 31, 2011

Spiritualitas Timur II


Ketika membuat permenungan ini, saya teingat akan seorang teman yang menyimbolkan dirinya sebagai pohon. Aku adalah pohon yang memberikan kesegaran dalam hal udara segar dan kenyamanan dari orang2 yang mau berteduh dan relaksasi dengan pohon tersebut. Sepintas juga saya teringat akan pohon kehidupan, atau yang disebut dengan pohon kalpataru atau pohon kehidupan. Di Prambanan, relief pohon Kalpataru digambarkan tengah mengapit singa. Keberadaan pohon ini membuat para ahli menganggap bahwa masyarakat abad ke-9 memiliki kearifan dalam mengelola lingkungannya. Pohon KALPATARU menggambarkan suatu tatanan lingkungan yang serasi, selaras dan seimbang antara hutan, tanah, air, udara, dan makhluk hidup atau hidup dengan harmonis.

Di sini saya ingin bicara mengenai harmoni dari lambang yin yang. Secara literer yin, memiliki arti sisi gelap dan sisi terang sebuah bukit. Bukit yang disinari matahari pada pagi dan siang hari akan memunculkan sisi terang dan gelap, sebuah polaritas. Yin dan yang adalah dua prinsip kehidupan yang saling melengkapi, saling tergantung, saling mempengaruhi, dan saling memberikan keharmonisan dalam setiap ruang hidup yang selalu berlawanan. Yin dan yang selalu diasosiasikan dengan prinsip feminim dan maskulin, lemah dan kuat, gelap dan terang, jatuh dan bangun, bumi dan langit, dan semacamnya.

Prinsip Yin-Yang juga merupakan suatu seni kehidupan. Seni ini terletak pada usaha menjaga keseimbangan yang satu dengan yang lain yang secara alami saling berlawanan. Alan Watts, yang menulis Tao: The Watercourse Way, buku yang saya baca sewaktu liburan kemarin, memahami prinsip ini sebagai suatu negasi dan bukan suatu kontradiksi atau konflik. Prinsip ini pada dasarnya selalu menyangkal yang lain dan tidak memerangi. Pokok relasi antara yin dan yang disebut sebagai hsiang sheng, suatu pola saling mengembangkan yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.

Kedua hal ini saling mengisi. Di saat kita kekurangan unsur positif, unsur negatif dari Yin akan mengisi kekosongan. Begitu pula sebaliknya. Sebab segala sesuatu yang terlalu berlebihan tidak baik. Jadi harus diseimbangkan.

Dalam Injil, kita tadi mendengar mengenai penghakiman terakhir yang berujung pada hidup kekal. Dalam bacaan tersebut juga ada polaritas yaitu mengenai percaya dan tidak percaya, terang dan gelap, keselamatan dan kematian, dan hidup kekal dan hidup temporal. Secara sederhana bisa disimpulkan bahwa yang percaya pada Allah akan mendapatkan hidup kekal.

Namun, dengan berdasar pada yin yang hidup itu tidak semudah seperti hitam atau putih. Kadang hidup kita berada dalam hitam dan kadang putih. Yang hitam dan yang putih ini bagi yin yang bukan saling bermusuhan atau saling perang, melainkan saling menyangkal demi memperbaiki diri, sesuai dengan prinsip hsiang sheng, satu dan yang lain saling mengembangkan bukan saling meniadakan. Kita tidak bisa menolak yang lain atau yang berbeda dari kita.

Hidup dalam harmony adalah hidup dalam keseimbangan yin yang. Harmoni bukan suatu struktur, melainkan suatu visi dan tujuan yang dijalankan dalam praxis hidup. Dengan menyadari adanya perbedan antara yang gelap dan terang kita diajak untuk semakin menyadari dengan rendah hati bahwa kita tidak bisa selamanya berada di atas, berada superior dari yang lainnya, selalu menjadi yang terbaik. Harmoni mengajak kita untuk berani melakukan hal-hal kecil dan kotor. Dalam kisah mengenai pohon tadi, pohon tersebut kadang dipakai untuk berteduh dari terik matahari atau dipakai sebagai background berfoto namun kadang ada yang melukai dengan memberi paku agar bisa mengantungkan sesuatu atau kadang harus dikecingi. Hidup dalam harmoni adalah berani menerima perbedaan, berani menerima yang berbeda dari kita, dan juga berani menerima kritik. Semuanya berjalan dalam proses yang saling mengembangkan. Tentunya demi keselamatan hidup kita, yaitu perjalanan menuju hidup yang kekal. Percaya bukan berarti selalu berada dalam terang, melainkan berani masuk dan diuji dalam gelap dan terang, dalam suka dan duka, dalam desolasi dan konsolasi.

Prinsip keseimbangan ini bukan hanya berarti bagaimana hidup kita, namun cara kita memandang hidup ini. Dengan kita memandang hidup ini dari berbagai aspek yang ada, maka kita akan bisa menikmati hidup dan mengambil pelajaran dari setiap peristiwa yang terjadi dalam hidup kita. Makna dari simbol tersebut sangatlah mendalam jika kita dapat memahaminya.

No comments:

Ada pendampingan Narkoba di Taman Pintar, Yogyakarta