Wednesday, August 31, 2011

Spiritualitas Timur I



Dalam perumpamaan, gadis-gadis itu dikategorikan dalam yang bijak dan yang bodoh. Banyak tafsir mengatakan bahwa kesepuluh gadis itu merepresentasikan dunia kita ini, ada orang bodoh dan ada orang yang bijak. Dan orang yang bijak dikatakan sebagai orang yang berjaga dan bersiap menyambut kedatangan Kristus. Jika dunia memiliki dua kategori ini, kita akan berada di mana? Kita sebagai orang bodoh atau sebagai orang bijak.

Dalam permenungan, saya tidak ambil pusing dengan kategori manusia yang bijak dan bodoh karena buat saya perumpamaan ini cukup aneh. Saya pribadi, yang tertarik dengan kebijaksanaan dari timur, melihat bahwa kebijaksanaan itu bukan perkara kita mempersiapkan atau berjaga-jaga. Kebijaksanaan itu berarti kita bertindak dengan membiarkan sesuatu berjalan dengan sendirinya. Biarkan sesuatu itu berjalan sesuai dengan (dlm bhs lao tzu) tao-nya. Yaitu dasar dari segala sesuatu, yang tak terkenali, tak terjamah, tak terdeskripsikan. Sesuatu yang ada namun tidak bisa disebut. Dalam tao te cing, persiapan itu akan membuat kita tidak sempurna atau tidak sampai pada kebijaksanaan. Kita diajak untuk masuk dalam kealamian dan kesederhanaan. Dikatakan oleh lao tzu, “ketika kita menggengam sesuatu, kita akan kehilangan. Ketika kita memaksa suatu proyek akan selesai, kita menghancurkan apa yang hampir matang.” Bertindak tanpa rencana atau memimpin tanpa mencoba mengontrol merupakan keutamaan tertinggi. Kebijaksanaan muncul ketika kita tidak memiliki apa-apa, tidak ada sesuatu yang dipegang, dicapai, dan dideskripsikan. Kita kembali pada tao, dasar dari segala sesuatu yang tidak terlihat.

Jalan Tao ini memang bisa dikatakan membingungkan. Seorang ahli taoisme mengatakan jalan tao ini dikatakan sebagai jalan yang negatif. Untuk sampai pada kesempurnaan, kita harus bersikap negatif, yaitu lemah, mengalah, dan menerima. Bukan mempersiapkan banyak hal, bahkan harus juga meninggalkan sesamanya, apa lagi yang bodoh dan tersingkir. Namun jalan ini merupakan jalan yang membuat orang aktif dan kreatif terus menerus, karena selalu mengarah untuk sampai pada tao, sesuatu yang tidak ada ujungnya itu, yang akan membuat seseorang makin utuh dan sempurna.

Kembali kepada injil, kebijaksanaan itu tidaklah mengarah pada kepentingan diri sendiri, menjadi egois, meninggalkan sesama kita. Kebijaksanaan terletak ketika menjadi lemah, menerima, dan mengalah. Membantu sesama kita yang bodoh dan yang bijak, termasuk orang yang sibuk dengan dirinya.

Akhirnya, bukannya ingin lepas dari konteks injil, dalam permenungan saya “cukuplah sudah dengan memikirkan sesuatu untuk berjaga-jaga, selesailah sudah memikirkan diri sendiri. Saatnya untuk bertindak demi sesama, demi dunia tanpa kenal lelah, tanpa mengharap balasan. Inilah kebijaksanaan.

No comments:

Ada pendampingan Narkoba di Taman Pintar, Yogyakarta