Monday, November 23, 2009

MEMULAI HIDUP DARI ANGKA NOL ???


Pernakah memikirkan bagaimana kita memiliki agama, beriman, dan kemudian harus percaya kepada Allah karena katanya Allah memberikan hidup (keselamatan) dan kita harus, mau tidak mau, menghormatinya dan beribadah kepada-Nya? Allah adalah yang mahakuasa dan mahabesar dan kita manusia tidak mampu mengatasinya sehingga kita sendiri harus (terpaksa) percaya pada Dia. Jika kita mau selamat, kita harus tunduk pada Dia.


Pernyataan ini adalah keliru bagi orang katolik. Iman kristiani kita tidak semerta-merta percaya pada Allah yang kaku. Memang Allah mahabesar dan mahakuasa namun Ia tidaklah kaku dan kita tidak bisa berbuat sesuatu yang seenaknya dan perbuatan kita harus seturut kehendak-Nya. Allah adalah pribadi yang terbuka dan rahim sehingga ia menerima siapapun dan apapun manusia sehingga kita sendiri akan merasakan bagaimana uluran tangan Allah membuat kita lega dan akhirnya bersedia memberikan pengalaman ini kepada orang lain, yaitu dengan memberikan berbagai tindakan kasih kepada sesama. Iman akan Allah hadir dalam pengalaman personal kita.


Dalam paper ini, kami ingin mengungkapkan bagaimana iman merangkul kehidupan, belajar beriman dengan berani lewat pengalaman, yaitu berinteraksi dengan Allah sendiri (wahyu) yang memberikan pengalaman. Kami juga akan membahasakan bagaimana iman bisa sampai di zaman sekarang ini dan bagaimana bisa diwujudkan dalam pergaulan hidup sehari-hari, terutama bagi kaum muda yang sering terpeleset paham dengan perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan. Di akhir kami akan memberikan epilog mengenai pengalaman iman seorang anak muda yang pernah mengalami putus asa.

Berbahasa Iman dalam Konteks
Ketika kita berbicara mengenai pokok perhatian dalam membina iman, pertama-pertama yang harus diperhatikan adalah konteks manusia yang sedang kita hadapi, dengan segala macam pergulatannya. Sebagaimana ketika membicarakan konteks iman di kalangan mahasiswa teknik. Di sana kita perlu mencoba membuat semacam pre-kesimpulan/anggapan dasar tentang pergulatan mahasiswa teknik. Misalnya kami beranggapan bahwa mahasiswa teknik dalam menghayati iman nya sangat boleh jadi mengalami kebingungan. Kebingungan mengenai apa sih iman itu? Apakah saya harus beriman? Beriman kepada siapa? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini boleh jadi membuat mereka terus bergulat dan mengalami apa itu iman. Apakah iman itu sama dengan agama? Mungkin saja bagi mereka. Dalam situasi di mana orang mangalami tantangan dalam iman, mengalami kegagalan, keputus-asaan, kekecewaaan, stress, fatalitas dan lain sebagainya. Iman menjadi sangat dipertanyakan.


Pertanyaan lain yang muncul adalah apakah iman berarti hanya menuntut Allah yang bertindak? Apakah Allah menjadi tempat manusia meletakkan beban dan melemparkan segala persoalan hidup? Bukan! Allah tidak berarti demikian. Kalau kita menganggap Allah seperti ini berarti kita memperalat Allah. Allah seolah-olah kita jadikan sarana pemuasan diri atau pemenuhan hasrat kita. Bukankah ini berati kita egois dan sombong? Memaksa Allah untuk mengikuti keinginan kita sementara kita acuh-tak acuh dan masa bodoh terhadapnya? Kalau seperti ini maka iman tidak mendapat artinya yang benar. Sia-sialah iman kita.


Kemudian dari beberapa pengandaian ini kami akan mencoba untuk merumuskan mana pokok perhatian dalam membangun iman. Bagi kami pengalaman pergulatan dengan berbagai macam kebingungan dan pertanyaan-pertanyaan, sudah menjadi modal besar untuk berteologi. Pengalaman pergulatan merupakan acuan pertama ketika merumuskan pokok perhatian iman yang harus dibina. Dari pengalaman tersebut manusa mengarah pada kesadaran akan adanya yang transenden. Pengalaman yang ada kemudian direfleksikan secara lebih mendalam, akan kita temukan betapa pengalaman yang biasa tadi akan sangat bermakna. Kebermaknaan dari sebuah pengalaman karena adanya kontemplasi maupun refleksi akan mengantar orang pada sebuah keyakinan dan sebuah komitmen. Maka, pokok perhatian dalam membina iman pertama-tama adalah bagaimana mendeskripsikan apa pergulatan yang sedang dihadapi, pengalaman apa saja yang sering membuat mereka mengalami kebingungan dan bertanya akan sesuatu yang banyak orang yakin dan percaya bahwa itu ada. Maka dalam membina iman harus ada pengalaman iman manusia yang asli, yakni dalam liku-liku sejarah orang mengenal Allah bertindak, supaya orang dapat hidup sebagai rekan sekerja Allah. Iman adalah sikap pribadi dan peristiwa dalam jaringan sejarah, waktu tindakan Allah mendapat tanggapan manusia. Pengalaman akan membuktikan bagaimana iman yang menyejarah menjadi begitu kuat dalam mengatasi keraguan menanggapi zaman. Lewat pengalaman, iman adalah peristiwa hidup manusia dan peristiwa kehadiran Allah; pengalaman hidup iman ini digambarkan dalam beberapa cirri khas yaitu iman adalah otonom, menyelamatkan, suci, mutlak, dan kristiani.


Kemudian, lewat pengalaman itulah kita masuk dalam perkara iman atau mengenai iman seperti yang ada dalam Dei Verbum art. 5, “…manusia dengan bebas menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah, dengan mempersembahkan kepatuhan akal budi serta kehendak … dan dengan secara sukarela menerima sebagai kebenaran wahyu yang dikurniakan oleh-Nya.” Kebenaran yang kita terima melulu dari Allah karena rahmat dan juga peranan Roh Kudus. Jadi dalam membina iman, manusia selalu terarah pada Allah karena juga manusia berasal dari Allah dan tidak bisa terpisah dari-Nya. Kita harus sampai pada sebuah kesetujuan atau penyerahan diri pribadi yang membuat pembinaan iman berdasar pengalaman itu menjadi benar-benar membangun dan mengembangkan.


Iman yang sesungguhnya berasal dari Allah dan sekaligus dari manusia. Dalam arti Allah yang menggerakkan manusia dengan rahmat-Nya sehinga mendorong manusia untuk melibatkan seluruh tanggung jawabnya secara merdeka pada proyek Allah. Jadi iman mengandaikan dua unsur yang aktif sekaligus yakni tindakan Allah yang aktif dan tindakan manusia yang juga aktif menanggapi tindakan rahmat Allah. Iman bagaikan Allah yang bermain kartu dengan manusia, lempar-melempar, uji-menguji. Maka dalam konteks pembinaan iman bagi orang zaman sekarang ini haruslah kontekstual. Status pengertian dasariah mengenai iman haruslah memberi arah bagi pembinaan yang mencerahkan dan menyegarkan.


Peranan Kristus yang wafat dan bangkit, yang memberikan teladan kesungguhan-Nya dalam mengabdi Bapa merupakan sesuatu yang khas dalam hidup sebagai seorang Katolik. Perjumpaan manusia dan Kristus yang seperti akan memberi warna pengertian pembinaan hidup sehari-hari dalam iman yang akan terasa perbedaannya dengan orang lain atau agama lain. Bentuk bisa saja sama, namun isi bisa berbeda dan inilah yang membedakan antara tindakan yang kristiani dan tidak. Teladan dari Kristus menjadikan manusia, umat-Nya merasakan kasih Bapa yang sungguh murni dan membuat manusia memiliki hasrat dan gerak batin yang sama dalam mempersembahkan hidup sehari-harinya. Perjumpaan dengan Kristus memberikan hidup pada manusia yang mudah lelah dan gampang menyerah. Kristus memberikan hasrat dan semangat untuk masuk dalam jerih payah dunia. Jerih payah Kristus dalam perjalanan salibnya, memberikan teladan untuk tetap fokus dan terarah pada Allah walaupun dunia di kanan dan kiri manusia sangat mengenakan dan penuh godaan. Tanpa hasrat tersebut kerja keras manusia akan sia-sia karena kerja keras manusia hanya akan menjadi sesuatu yang kosong dan hampa, tak ada isinya. Bersama Kristus, kerja keras manusia sampai pada tujuan hidupnya. Maka, situasi manusia di dunia ini adalah berkerja keras berinteraksi dengan Allah.


Manusia dalam menjalankan hal tersebut juga tidak bisa melewatkan rahmat yang sama yang ada dalam Kitab Suci. Kembali pada Kitab Suci dan meneruskannya memberikan kesaksian yang indah dalam peristiwa iman. Ilmu pengetahuan dan modernitas dunia sekarang ini atau segala bentuk interaksi manusia dengan Allah adalah jalan menuju Allah di mana manusia dalam pengabdiannya kepada Allah harus mau berkerja keras dan menjunjung tinggi nilai-nilai kristiani. Manusia yang berinteraksi tersebut adalah hasil dari sejarah iman dari rahmat atau Roh Kudus yang satu dan sama.

Epilog
Kisah yang ada dalam tulisan “Memulai Hidup dari Nol” adalah kisah mengenai iman yang menarik dewasa ini. Terutama berkaitan dengan orang muda yang saleh dan rahmat Allah yang tidak sesuai dengan keinginan-Nya. Penulis, Andre Sulistyo, memaparkan bahwa dirinya telah berusaha dalam doa yang saleh dan suci untuk mendapatkan pekerjaan, namun doanya tidak dikabulkan sampai satu saat ia sendiri menjadi seorang fatalistis. Enggan mau berdoa. Nampak bahwa saudara Andre berusaha pasrah melimpahkan kemauan dan cita-citanya pada Allah, sementara ia menunggu dalam kepasifan. Kegagalan yang ia rasakan semata-mata karena dirinya yang kurang mau membuka mata terhadap peranan rahmat dan Roh Kudus. Ia masih melihat dengan sebelah mata yaitu terus menerus meminta pada Allah, memaksakan kehendaknya dan tidak menyerahkan dirinya sehingga ia merasa hidup di mulai dari nol. Allah dijadikan sarana pemuasan diri atau pemenuhan hasrat manusia saja.


Saudara Andre sebenarnya memiliki kemampuan dan pengalaman yang asli yang belum ia sadari. Ia memiliki kemampuan akademik, kertampilan memelihara bunga, kepandaian menjalin relasi dengan rekan-rekan seusaha dan memiliki kemauan serta semangat yang kuat dalam berusaha, dan tentu masih banyak lagi. Kemampuan serta pengalaman-pengalaman asli ini bukan semata hasil usaha manusia, tetapi merupakan karunia-karunia Allah. Inilah awal insiatif atau interese Allah agar manusia mengambil bagian dalam hidup Allah karena Allah menghendaki manusia menjadi terlibat dalam kehendak dan bekerja keras dalam karya usaha ilahi. Saudara Andre pada awalnya belum sampai pada pengakuan pengalaman yang berasal dari Allah, pengalaman yang sambung menyambung dengan Allah lewat kesadaran kemampuan aslinya. Ia masih memihak pada dirinya.


Saudara Andre berpartisipasi dalam interaktif dengan Allah yang terwujud dalam mengaktifkan segenap kesanggupan pengalaman yang ada pada dirinya. Bertolak dari pemahaman ini jadi saudara Andre tidak memulai hidupnya dari nol. Sudara Andre membangun hidupnya atas dasar apa yang telah dikaruniakan Allah baginya. Saudara Andre mengatakan bahwa hidupnya mulai dari nol karena bertolak dari pemahaman yang keliru bahwa Allah yang harus Aktif berbuat sesuatu bagi manusia sementara manusia menantikan hasilnya. Sesungguhnya Allah aktif demikian pun manusia turut aktif.


Dalam bahasa iman, Allah dan manusia hidup dengan saling berinteraksi. Manusia dan Allah berbagi kehidupan yang satu dan sama di dalam dunia ini, juga dalam setiap perkembangan zaman atau kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan sekarang ini. Dengan demikian, manusia dalam kemanusiaannya menjadi mitra Allah. Manusia dapat mengaktifkan kemampuannya untuk berani berinteraksi dengan Allah. Dalam berinteraksi dengan Allah atau dalam membina iman, pengalaman menjadi titik pijak yang penting.

No comments:

Ada pendampingan Narkoba di Taman Pintar, Yogyakarta